Friday, August 24, 2012

Refleksi Ramadhan: Cape Deh!

Tau satu bait lagu yang pernah ngetop bertahun lalu:  ’too much love will kill you…’ di refleksi bulan puasa yang baru lewat ini saya akan ganti jadi “too much of everything will kill you… “ Kebanyakan segala sesuatu nya bisa bikin ko-it!  Berfikir balik ramadhan tahun ini kok kayaknya tambah berat saja.  Bukan berat puasanya, tapi berat gandulannya.  Seperti orang yang berjalan terseret seret karena ada beban berat yang menggandulinya.  Begitulah yang saya rasa. 
 
Beban berat gandulan apa aja?
 
Gandulan pertama: Komersialisasi Ramadhan

 Coba inget inget deh, bulan puasa sebulan lalu.  Mulai aja belum, segala macam harga udah naik, atau udah rencana mau naik.  Iklan ucapan selamat Ramadhan, bulan suci, dan lainnya bertebaran dimana-mana, dari spanduk para caleg yang sebenernya sedang mengiklankan diri, sampai iklan produk yang seolah olah sedang mengucapkan selamat beribadah puasa, tapi sebenernya menjual produk mereka.  Mirip serigala berbulu domba. 

 Bukan cuma itu, lihat saja diri kita, puasa sih puasa, tapi ajakan untuk berkonsumerisme tinggi, juga  kita terima dengan semangat sekali.  Berkedok lebaran sale, bonus lebaran, hadiah bulan puasa, dan sejenisnya, kita diajak berlomba lomba belanja, mengkonsumsi lebih banyak lagi, enggak penting perlu atau tidaknya barang tersebut.  Berani nolak?  Ah pelit amat.  Kan ada bonus lebaran dari tempat kerja?

 
Puasanya aja baru di mulai, orang sudah banyak berpikir menjahit baju, pergi ke butik, kumpulin kue kue buat lebaran, mendandani rumah biar tak malu maluin kalau orang dating bertamu.  Mukena baru, alqur’an baru, sajadah baru, kerudung dan baju mesti baru, sandalnya juga dong.  tapi ayo kita Tanya diri kita, apakah jiwa dan semangat Ramadhan kita baru juga?  Lha, terus puasanya gimana? Capek deh!

 Gandulan kedua: Amplop/Hadiah Lebaran

Memangnya tujuan puasa itu apa sih?  Menurut saya sih buat mensucikan diri lahir dan batin, dan meningkatkan kadar solidaritas sosial terhadap sesama, terutama berbagi untuk yang berkekurangan.  Tapi lihat deh, banyak dari kita yang kadar solidaritasnya salah kaprah.  Contohnya amplop/parcel/hadiah lebaran.

 
Bagi yang merasakan ibadah bulan puasa, memikirkan amplop lebaran bisa sangat memusingkan.  Puasa juga baru mulai, tapi kita sering sudah pikir ke depan, dan mulai bikin daftar berapa banyak jatah amplop lebaran yang harus diberikan, dan untuk siapa aja ya? Parcel apa yang musti di beli, yang paling bagus buat client yang mana ya?

 
Buat yang pribadi, udah jauh jauh hari bikin list daftar jatah amplop/hadiah lebaran yang dibuat: ibu, bapak, kakak, adik, keponakan, sepupu, tukang ojek langganan, tukang koran, tukang sampah, paman-bibi, hansip, security, pembantu, tukang sayur langganan, anak kecilnya tetangga, tak lupa pula buat anak yatim dan yang tak mampu... nah ada yang terlupa gak ya?  Beberapa tahun ini, daftar penerima amplop saya udah berubah, saya cuma kasih sama yang membutuhkan aja, seperti pembantu, tukang ojek, anak yatim.  Saudara dan kerabat enggak perlu lagi kali ya!  Kan mereka tak perlu perlu sangat, cuma tradisi aja kok.  Gak apa, di-cap pelit juga.  Saya cuma pingin mengurangi budaya amplop amplopan yang gak perlu.

 
Di hitung hitung, bonus lebaran dari kantor, memang tugasnya cuma buat mampir sebentar di tangan hehehe...Jangan pernah mikir mau mangkir dari tugas menjadi santa klaus di penghujung bulan puasa...(Tradisi memberi memang bagus buat dilestarikan.  Sayangnya tradisi memberi dihari lebaran lebih dikarenakan gengsi, status, dan nggak enak hati takut dikatain pelit,  bukan selayaknya memberi bantuan yang tepat, pada saat yang tepat dan orang yang tepat ).

 
Gandulan ketiga: Urusan Perut

Mentang mentang puasa, kebanyakan dari kita merasa berbuka puasa makanannya harus istimewa, sahurnya pun begitu.  Segala jenis makanan yang biasanya jarang ditemui kalau tidak di bulan Ramadhan, tiba tiba bermunculan.  Siap memuaskan dahaga mata dan dahaga perut.  Pesta perut dan mulut terjadi di waktu waktu makan yang aneh..(contohnya biar bisa makannya lebih puas, mulai ngemil jam 2 malam!)  Lah, katanya detox racun di badan semasa puasa?  Cape deh!

 
Gandulan ke-empat: kehilangan rasa khidmat dan khusuk justru karena tambah banyaknya kebisingan.  Petasan sahut sahutan dari magrib sampai subuh.  Beduk, tong, ngamen keliling sudah mulai dari jam 1 dan jam 2 malam untuk bangunin orang.   .Bukan harga barang barang saja,  sound system mesjid di kampung saya setiap tahunnya juga naik volume nya.  Bertambah keras saja. 

 
Saking sibuknya mikirin yang kayak gini, kita lupa esensi dari kegiatan Ramadhan.  Inikah makna Ramadhan?  Saya rasa bukan.  Lha, terus puasanya gimana? Cuma dapat lapar dan haus?  Huh Capek deh!  ***

Thursday, August 23, 2012

Doa = Proposal


Supir taxi itu meminta waktu sebentar sewaktu akan membawa saya dari hotel Dusit Thani, di Pattaya ke airport di Bangkok.  Saya agak tercengang, minta waktu untuk apa? Dengan bahasa Inggris patah patah, dia bilang ingin berdoa dulu, supaya perjalanan selamat, dan rejekinya berkah.  Mesin mobil mati, saya lihat dia menangkupkan tangan, dan mulai melafalkan doa. Wow! 

Pembaca yang baik hati,
Seberapa serius/fokus kah kita manakala berdoa?  Mungkin Cuma ketika di tempat ibadah, atau setelah beribadah dan ketika kita menghadapi krisis.  Selebihnya?  Bagaimanakah kita berdoa?  Sekedarnya? Sambil lalu saja? (hmm, pasti ada yang protes ‘kita?’, ah kamu aja ‘kali…)


Pak Supir taxi Thailand itu memberikan tamparan virtualnya buat saya berdoa apa adanya, mengucap dengan nama Allah, kadang sambil lalu saja.  Sudah kebiasaan.  Sudah menjadi mekanik, tak berjiwa seperti robot saja.    Sepertinya tidak bersungguh sungguh.

Menurut saya, doa itu sifatnya hampir mirip proposal.  Bisa secara tertulis bisa juga non-verbal ketika mengajukannya.  Proposal seperti apa yang biasanya berhasil diterima?  Proposal dengan kesungguhan bukan ogah-ogahan ketika memintanya, proposal yang melibatkan usaha dari kedua pihak, peminta dan pihak yang bersetuju supaya bisa terwujud. 

Nah,  kalau proposal yang sungguh sungguh aja  belum tentu diterima, masa’ sih mengharap doa yang seadanya tanpa usaha diterima begitu aja?  Kita ini memang selfish ya!  ***
 
 
 

 

Tuesday, August 21, 2012

Gila IPAD


Biarpun Ipad bukan product baru lagi, tapi namanya masih menggema.  Kharismanya masih terasa.  Dan terhadap yang satu ini, kegilaan orang tidak juga berkurang.  Dimana mana tempat umum yang saya datangi, mudah melihat orang menenteng nenteng barang satu ini, meskipun di tempat tempat yang nggak nyambung seperti restoran dan di kolam renang.  Memangnya mau makan atau ngi-pad?  Mau berenang atau mau sambil berenang main ipad? 

Para penggila Ipad benar benar bikin Steve Job tertawa lebar dari tempatnya sekarang beredar.  Steve Job menciptakan agama baru untuk life style, dimana Ipad menjadi kitab sucinya.  Orand dewasa, anak kecil semua mengenalnya dan menentengnya kemanapun mereka pergi.  Kalaupun tak mampu membelinya, paling tidak sudah pernah menyentuhnya di pusat pusat penjualan barang Apple.

Pagi itu di sebuah hotel di Sentosa, Singapura, kegiatan makan pagi berlangsung dengan segarnya.  Buffet makanan tersedia beraneka rasa, warna dan rupa.  Di teras yang menghadap pantai dan kolam renang, suasana meriah.  Dan yang membuatnya istimewa, ada bajing bajing kecil yang berlarian, beberapa burung merak mondar mandir, dan burung burung kecil berkicau memperdengarkan nyanyian pagi mereka.  Ahhh pagi yang indah!  Sampai…

Sampai saya lihat pemandangan yang tak indah di meja seberang depan saya.  Seorang ibu muda  dengan bayinya di stroller disampingnya.  Di mejanya terpampang Ipad  side by side dengan piringnya.  Sembari membuka mulut dan mengunyah, matanya sibuk dan lekat ke layar Ipad nya.  Sebentar sebentar dia tersenyum, dan tangannya dengan ahli berpindah dari piring makan ke layar Ipad.  Sementara sang anak, menatap wajah ibunya, belum mampu berkata-kata, tapi seolah bicara: “Ibu, pandanglah aku…”

Sementara itu, saya makan dengan penuh suka cita menikmati setiap suapan, rasa dan tekstur makanan.  Selain menikmati pemandangan indah disekitar, tepat di depan saya ada pemandangan luar biasa menakjubkan, wajah ganteng anakku J  yang sedang makan juga… Persetan dengan ipad dan segala gadget!  Makan adalah kegiatan istimewa, dan aku bahagia melakukannya bersama!

Di jalan, di pantai, di kolam renang, di restoran, Ipad dan gadget serupa merajalela, merampok esensi khidmat berkegiatan.  Mungkin Steve Job terbahak di atas sana, karena produk kebanggaannya lebih immortal dari dirinya.  Selamat, hidupmu tertambat di IPAD.    

Bagi saya, dengan menenteng nenteng Ipad di mana saja, orang orang itu terlihat stupid.  Maaf saja.

Cerita Mini (CerMin): Suatu Pagi

Dalam kunjungan kerja kali ini, aku menginap di hotel Kempinski, Dubai.  Ritual pagiku adalah sarapan di buffet pagi yang segar, variatif dan eksotis dengan segala jenis makanan di restoran lantai 2 hotel itu.  Setiap pagi, aku datang di waktu yang sama, dan duduk di kursi yang sama, menghadap taman, kubah dan kolam renang indah, yang masih sepi di pagi seperti ini. 

Tiap pagi pula, ada pria ganteng berkharisma, berkulit putih, tinggi, dan berjubah putih, khas Emirati, duduk sendiri ditemani ipad nya. Sama sama sarapan.  Restoran sepi, cuma ada kami.  Berhari hari kami datang di waktu yang sama, dan duduk di spot yang sama, berhadapan walau berjauhan.  Kadang saling mencuri pandang.  Hadoh maak!  Gagahnya, gantengnya, eh Ge-er nya aku. 

Sudah seminggu kami saling menunggu duduk ditempat yang sama, dan saling berpandang dari jauh.  Aku berharap dia akan menyapaku, eh..siapa tau?!  Doaku makbul terkabul.  Di hari ke-tujuh, dia menghampiriku:

“Hi!  How are you?  I feel like I know you already..” 

“Hi juga..” (lupa pake bahasa ‘juga’ saking gugup, ih senyumnya itu lho menohok jantungku – Aku berharap senyumku juga cukup memikat…

“Your face look familiar..” katanya (wah aku mah belum jadi artist Om, gak ngetop!)

“Are you Indonesian?     tanyanya lagi.  (Tuh kan, dia nyari istri orang Indonesia, yuhuuu!  Sorakku dalam hati.)

“eh, Yes, I am”  (hatiku lagi main bedug lebih rame dari malam takbiran)

“Ahh!  No wonder!!” (wajahnya mendadak terang kayak lampu 100 watt)

“Your face reminds me of somebody I know” ….”my Indonesian maid who went home and never come back”

Alamaaakk!!! Mukaku mirip muka pembantunya, katanya.  Aku dah gak dengerin suaranya lagi deh.  Malu nya!  Udah ge-er duluan..***

Saturday, August 18, 2012

Refleksi Ramadhan - Setan diikat?

Di salah satu status fb seorang teman, dia bertanya, katanya bulan ramadhan setan setan di ikat, tapi kenapa kejahatan malah meningkat?  Nah apa jawaban Anda?


Menurut saya, manusia itu bisa lebih setan dari sebenar benarnya setan, dan bisa lebih hewani dari para hewan.  Bisa jadi, ketika setan setan di-ikat, para manusia yang punya bawaan setani merasa tidak tersaingi, dan jadilah dia manusia setan tak tertandingi. 


Tapi apa ya yang membuat mereka  terasuki dan menjadi setan?  Secara sosial, bisa jadi kita juga penyebabnya.  Kita yang mengkondisikan keadaan, membuat mereka menyerah secara agresif terhadap keadaan dengan melakukan kejahatan.  Iklan konsumtif semakin mewabah di bulan puasa.  Dari sandang, pangan, dan lifestyle seperti gadget dan kendaraan.  Pertunjukan kemewahan di layar TV dan berbagai media bertambah parah.  Dan celakanya, kita juga menghormati berlebihan orang orang yang berpangkat tinggi, kaya, wangi, dan wah! 


Masyarakat di kampong berharap anak anak dan keluarga rantauannya pulang membawa berkah mewah untuk dipamerkan dan dibanggakan.  Budaya malu sudah salah tempat, sekarang konsep malu menjadi orang tak jujur sudah pantas masuk museum.  Yang ada, malu dong, lebaran kok bajunya biasa aja (apa kata orang?).  Malu dong, pulang kampong enggak bawa apa apa.  Malu dong kalo ada tamu rumahnya jelek.  Malu dong kalo makanan yang di suguhi sama persis dengan tetangga lainnya…


Saya melihat dan merasakan, yang meningkat di bulan ramadhan di kampong saya  kok bukan ibadah ya, tapi makan enaknya, pemborosan pengeluarannya, parcel parcelnya,  amplop lebarannya, pamernya, petasannya, oh sedihnya!


Apa kiranya upaya kita supaya ramadhan bukan lagi seperti lingkaran setan, mengulang kisah yang sama, setia setiap saat (mirip iklan deodorant), terjebak di ritual dan shows saja?  Saya Cuma bisa berusaha dari diri dulu saja, sembari berdoa semoga tahun berikutnya segalanya lebih berkah.  Siapa tahu ada yang seirama dengan pikiran saya? Yuk berubah!


Selamat Idul Fitri .  Semoga kita punya tekad untuk berubah lebih baik dan berbuat yang terbaik! ***

Thursday, August 16, 2012

Refleksi Ramadhan: Oh Sang Imam!


“Ah gak mau shalat tarawih di masjid A, bacaannya panjang panjang, bosen!” kata anakku.  Komentar seperti ini sering saya dengar dilontarkan anak anak ketika mereka shalat tarawih berjamaah di masjid. 
Kenapa para imam shalat cenderung melantunkan ayat suci yang panjang panjang saat memimpin shalat tarawih berjamaah?   Ini hipotesis saya:

-           Sebagai imam ada kesan harus mampu membaca ayat yang panjang dan yang tak terlalu dikenal orang banyak

-           Semakin sulit dan panjang bacaan, semakin hebat kesannya di mata orang dewasa

-           Bosan membaca ayat ayat pendek yang orang sudah sering dengar

-           Berlatih mengulang ayat ayat yang panjang supaya tidak lupa

-           Anggapan bahwa semakin panjang bacaan –semoga- pahala semakin banyak

Nah untuk para imam shalat yang biasa berpanjang panjang, saya punya permintaan:

1.       Ukurlah lamanya shalat dan ceramah dari kacamata banyak orang, bukan dari kacamata pribadi saja.  Keafdolan dan kekhusukan ibadah tidak berbanding lurus dengan waktu.  Ini sangat subjektif, dan diri sendiri tak bisa dijadikan ukuran untuk orang lain.

2.       Lihatlah sekeliling Anda setiap kali Anda akan memulai memimpin shalat dan pertimbangkan profil jamaah Anda sebelum memutuskan bacaan yang Anda pilih.

a.        malaikat malaikat kecil (baca: anak-anak) yang sedang berlatih mencintai masjid dan shalat tarawih.  Bacaan panjang akan membosankan untuk anak anak, ini adalah hal yang wajar.  Bantulah memberikan pengalaman berada di masjid, shalat tarawih, dan mendengarkan ceramah sebagai pengalaman menyenangkan dan indah.  Anda bertanggung jawab secara moril untuk itu.   

b.        Jamaah ibu ibu muda yang meninggalkan bayi bayinya di rumah.  Beri mereka kesempatan beribadah yang tenang dan indah, dan pada saat yang sama tidak menahan hak waktu dari para bayi untuk berada dalam pelukan ibunya kembali.

c.         Jamaah para manula yang sangat ingin merasakan khidmatnya beribadah berjamaah di masjid.  Fisik mereka mungkin sudah tak terlalu kuat untuk berlama lama berdiri atau rukuk, tetapi mereka tak mau terlihat berbeda dari jamaah lain, dengan shalat duduk.  Beri mereka kesempatan menikmati ibadah shalat dengan khidmat, tanpa diganggu oleh kelelahan fisik yang semestinya bisa dihindari

d.        Orang sakit diantara jamaah yang berdiri di belakang Anda.  Mungkin sedang pusing, sakit gigi, rematik, galau, stress dll.  Jangan bilang orang sakit semestinya di rumah saja.  Bantulah mereka menyembuhkan diri lewat keikutsertaan mereka beribadah bersama.  Jangan siksa fisik mereka secara tidak perlu, dengan berlama lama berdiri dan ruku’ padahal bacaan sudah semestinya selesai.

e.        Orang yang kebelet – mesti harus cepat cepat menunaikan hajat tetapi tak ingin meninggalkan.  Bantulah mereka menyempurnakan dan menyelesaikan shalat mereka, sebelum harus berlari ‘ngibrit’ ke toilet!

Para imam shalat dan penceramah yang dimuliakan Allah, sudah bukan level nya lagi bagi Anda untuk berhitung hitung pahala.  Yang pantas hitung hitungan itu pedagang atau guru matematika.  Lakukan pekerjaan Anda dengan ikhlas dan mempertimbangkan kepentingan dan keadaan orang lain.  Selamat menjadi imam yang hebat! 

Monday, August 13, 2012

Ramadhan, Bulan Jor-Joran?

Selamat datang Ramadhan yang indah, kata banyak orang. Buat saya, setiap Ramadhan selalu menyisakan perasaan galau yang mungkin tidak semestinya. Saya gundah melihat banyak dari kita memaknai Ramadhan seperti layaknya bulan pesta, bulan jor-joran. Lihat saja:

- Semakin banyak biaya belanja dan jumlah daftar belanjaan rumah, belum yang untuk hantaran ke tetangga dan kerabat.

- Waktu buka dan sahur digunakan untuk makan segala rupa sepuasnya, sampai kenyang sekenyangnya, seperti besok mau mati saja.

- Penjual petasan terlihat dimana mana, dan bunyi petasan dan kembang api hampir setiap malam terdengar di setiap sudut kampong.

- pengeras suara di masjid yang jumlahnya ribuan di Jakarta ini berlomba berkeras kerasan setiap saat, siang, malam, sore, dinihari, subuh, memperdengarkan lantunan pengumuman ‘bangun!, sahur!’, dan nyanyian rohani. Semakin ramai. Volume suara sound system ditambah. Belum lagi kelompok orang yang berkeliling dengan tetabuhan dimulai dari jam 2 malam. Karenanya, tantangan yang berat sekali menjadi khidmat, syahdu dan khusuk di bulan ramadhan. Rasanya tradisi pengeras suara ini paling popular di Indonesia saja. Di banyak Negara muslim dan Negara Arab, bunyi azan dan alunan ayat suci dari masjid santun sekali, tidak terlalu keras, dan syahdu enak di kuping, membuat bulu kuduk merinding, dan hati tersentuh kerinduan akan Tuhan. Mungkin di pedesaan pengalaman indah suara khidmat dari masjid masih bisa di dapat.

- Tempat belanja dan mall-mall semakin meriah, makin penuh pengunjung berbelanja, apalagi ada Lebaran sale. (Ahem, jangan kuatir, kan ada tunjangan hari raya)

- Masjid biasanya penuh di awal awal minggu Ramadhan, ibu ibu sibuk mempamerkan mukena dan sajadah baru nya, atau bahkan berniaga antar mereka di sela sela tarawihnya. Anak anak senang dengan keramaiannya.

- “Enaknya makan apa nanti malem ya?” menjadi tema sentral, dan restoran restoran kewalahan dengan padatnya acara pesta buka puasa dan makan malam

- Program siaran TV tambah heboh, dari subuh sampai subuh lagi. Iklan semakin menawan. Sinetron yang katanya rohani dijejali dengan karakter gaya hidup mewah, dengki, benci. Para artist dan actor mengganti dengan pakaian muslim yang kinclong, jreng dan bersinar sinar, membuat banyak para penonton di pelosok sana bermimpi bisa jadi artis dan actor.

- Yang akan pulang kampong, sedang bersiap siap menumpuk oleh oleh untuk dibawa pulang, baju lebaran dan kendaraan apa yang bisa dipamerkan. Banyak yang sudah mulai kredit motor sebulan sebelumnya, supaya bisa dibawa pulang kampong. Setelah lebaran bisa dikembalikan ke dealernya. Rental mobil juga laris manis.

- Pembuatan kue lebaran sudah mulai di rancang, amplop amplop berisi uang untuk anak kecil, keluarga dan handai taulan sudah mulai disisihkan. Malu dan gengsi alasan yang pasti.

- Saat nya juga memikirkan baju dan asesoris baru apa untuk diri dan keluarga. Malu dong kalau tidak kelihatan keren.

Disela sela hiruk pikuk itu, ibadah ramadhan yang sebenarnya berjalan dengan sunyi, dan mungkin seadanya, karena energy kita sudah habis sehabis habisnya untuk persiapan 'pesta' buka puasa, dan lebaran. Ibadah ramadhan menjadi sekedarnya, yang penting puasa. Duh sedihnya….

(Saya berharap, yang saya lihat, amati dan rasakan cuma semu dan subjective, adanya di kampong saya aja. Maafkan bila tidak berkenan. Selamat menikmati Ramadhan, semoga berkah)


Tulisan ini saya pasang di mynote face book saya awal bulan ramadhan kemarin. Dan hari ini, ketika ramadhan hampir berakhir saya baru baca tulisan Ali Mustafa Yaqub, imam besar masjid Istiqlal di Kompas online tentang bergesernya perilaku Ramadhan.  Rasanya baru ini lah saya lihat tulisan di media yang bicara berbeda (self-critics) mengenai ramadhan http://nasional.kompas.com/read/2012/08/13/11545754/Bergesernya.Perilaku.Ramadhan.... Syukurlah ada orang besar yang share the same concerns.  Kayaknya gerakan hidup sederhana mesti dihidupkan kembali ya.

Monday, March 26, 2012

The Body Worlds: Pameran Tubuh Mati

Gambar yang tersaji di halaman iklan booklet visitor guide to New York itu membuat saya penasaran, karena menampilkan photo wajah dan tubuh seorang laki laki telanjang, yang seolah sedang melangkah, dan berpose sembari menyelempang kulit luarnya sendiri seperti seorang model menyelempang jaket ke bahunya. Ya, benar, wajah dan tubuh lelaki itu sudah dikuliti. Otot, dan daging dalam tertampil dengan artistik. Ini pameran mayat, tubuh mati manusia. Bunyinya, The Body Worlds Exhibition sedang berlangsung.


Mungkin pembaca mengira selera saya aneh. Mbok yao, ke New York pergi lihat patung Liberty, atau ke Metropolitan Museum of Art yang rada sophisticated gitu… Tapi saya selalu tertarik dengan rahasia tubuh manusia. Bisa jadi juga hasrat terpendam saya yang tak kesampaian untuk menjadi dokter. Mungkin itu sebabnya juga saya tertarik untuk mendatangi pameran tersebut. Ini pertama kalinya saya ke New York, dan saya berniat melihat lihat ke radius yang lebih jauh dari sekedar Central Park yang lokasinya dekat dengan Hilton tempat saya menginap. Sayangnya, saya gagal berkunjung. Jadwal saya padat, dan di hari terakhir di New York saya gunakan waktu seharian untuk berkeliling kota naik bis tingkat dan mengambil photo. Melihat Body Worlds di New York, tinggal mimpi…
Ajaibnya, di tahun yang sama, akhirnya impian saya untuk itu terwujud juga, hanya tempatnya berbeda. Kali ini dalam kunjungan bisnis saya ke Houston, saya mampir ke eksibisi tersebut di Houston Museum of Natural Science. Dua orang kolega saya menemani berkunjung ke museum tersebut. Lebih asyik lagi karena perusahaan saya punya jatah diskon bagi karyawan yang berkunjung kesana.

Tidak Menyeramkan

Semula saya tak tahu persis apa yang ditawarkan pameran ini. Inilah saat saya bisa ngintip bagian dalam tubuh manusia, dan mayat dalam tiga dimensi, bukan gambar atau film, tanpa harus pergi ke kamar mayat atau ke ruang otopsi, dan tanpa harus merasa jijik. Sangat tidak biasa menontoni onderdil tubuh manusia berbagai ukuran, ras dan jenis kelamin, yang asli, mati, dan sudah di plastinasi. Ini saja, sudah cukup alasan untuk saya menjadi sangat tertarik.


 Bagi yang belum melihat, cerita tentang pameran ini mungkin sedikit mengerikan kalau tidak menjijikkan. Tetapi melihatnya sendiri, tak ada impresi lain selain kekaguman akan keindahan dan kecerdasan kompleks tubuh kita sebagai miniature alam semesta. Di pameran yang saya datangi, banyak pelajar yang terkesima, tapi pada saat yang sama, juga saya mendengar cekikikan kecil pada saat mereka menatap bandul laki laki atau alat vital wanita.

Pameran ini juga bisa menjadi pelajaran anatomi tubuh manusia yang bukan saja bagus buat para mahasiswa kedokteran tapi juga bagi para pelajar, dan peminat anatomi tubuh. Saya tidak melihat nya dengan kacamata jorok, bahkan penulis publikasi Times Melanie Reid, menyebutkan bahwa pameran ini sama sekali tidak porno, tidak menyeramkan ataupun menjijikkan. Pendek kata: luarbiasa! Membuat saya bersyukur punya kesempatan untuk menyaksikan dan mengagumi ciptaan tuhan yang paling luar biasa ini.

Body Worlds digagas oleh seorang ilmuwan Jerman Gunther Von Hagens yang juga penemu teknik pengawetan mayat disebut plastinasi. Pameran pertama kali dilakukan di Jepang di tahun 1995 sebelum ke negara maju lainnya. Saya rasa, pemilihan Jepang sebagai tempat premier untuk melakukan eksibisi sangat tepat. Bangsa Jepang sangat terbuka terhadap segala macam kreativitas dan inovasi, sementara bangsa maju lainnya masih berdebat apakah hal ini etis atau tidak. Saat ini, Body Worlds sudah dikunjungi oleh lebih dari 25 juta orang di berbagai Negara.

Pameran ini terdiri dari sejumlah mayat lengkap berikut onderdil dalamnya yang diris, di potong di beberapa bagian dengan apiknya sehingga kita dapat melihat ke dalamnya. Tentu saja sudah tanpa kulit luar. Satu satunya yang palsu disitu adalah bola matanya. Bahkan rambutnya pun rambut asli yang diawetkan dengan baik. Tehnik plastinasi yang menggantikan cairan tubuh dan lemak dengan cairan silicon karet plastisin memungkinkan mayat mayat itu tetap dalam kondisi aslinya meskipun di potong, dikerat dan diiris tipis, malang melintang.

Pada setiap eksibisi, biasanya akan dipamerkan sejumlah 25 tubuh utuh yang dirancang berpose artistic dan estetik,dan 200-an potong organ tubuh seperti liver, jantung, usus, jaringan kepala, ginjal, bagian bagian perut, urat, otot dan jaringan syaraf, bahkan janin! Nah untuk bayi dan janin yang dipamerkan, didapatkan dari koleksi universitas dan rumah sakit yang disumbangkan ke pihak the Body Worlds. Sangat mengagumkan detail yang ditampilkan. Pasti hasil kerja yang melelahkan dan membutuhkan dedikasi luar biasa untuk membuatnya akurat seperti itu.


Tidak ada photo-photo-an

Jika saja kamera dibolehkan dipakai di ruang pameran, pasti disela sela suara takjub dari pengunjung, kita bisa mendengar suara klik kamera secara konstan, belum lagi kejap lampu kilat blitz yang pasti tak henti menganggu kenikmatan menonton. Syukurlah pameran ini anti kamera. Pengunjung yang ingin masuk diminta menitipkan kamera, video dan hp di konter khusus . Saya sih senang saja, karena toh masih bisa membeli DVD pamerannya, dan poster jika benar benar berminat terhadap photo eksibisi mayat tadi. Tapi akhirnya saya Cuma membeli DVD saja, ngeri ah beli poster gambar mayat buat apa? Hiiiy salah salah malam malam ditegur hantunya hehehe.

Jadi bila Anda penasaran, google saja body worlds, bisa di lihat di youtube atau situs resmi bodyworlds. Tambahan informasi disini juga saya dapatkan dari berbagai sumber termasuk mas Wiki di Wikipedia.com.

 Semua foto disini merupakan gambar yang saya foto ulang dari brosur yang saya terima dari tempat eksibisi.

Proses Plastinasi dan Bajakan


Kegiatan plastinasi mayat dan bagian tubuh di Laboratorium Plastinasi Von Hagens dibantu oleh 340 karyawannya di 3 laboratorium di Jerman, China dan Kirgistan. Di China sendiri, laboratoriumnya dikhususkan untuk memplastinasi hewan.
Von Hagens ini memang nyentrik dan rada rada parno (baca: paranoid) dengan hasil karya nya. Dia sangat pelit dengan copyright dari pamerannya. Bahkan pers pun tak boleh memphoto dan merepro sembarangan, cuma boleh di satu publikasi saja dengan syarat dan ketentuan ketat, dan setelah selesai maka copyrightnya mesti dikembalikan ke tangannya lagi. Bisa dimaklumi jika dia begitu hati hati dan protektif terhadap hasil karya nya yang bukan pekerjaan main main. Von Hagens menemukan formula dan cara plastinasi mayat di tahun 70-an, dan semenjak itu setiap menit dari hidupnya dibaktikan untuk proyeknya tersebut.

Untuk setiap tubuh utuh yang siap sedia dipamerkan, dibutuhkan 1500 jam kerja untuk memproses plastinasinya, ini belum termasuk segala tetek bengek urusan yang berkaitan dengan sebelum mayat di plastinasi sampai dia sudah siap untuk dipamerkan. Alhasil, sebuah cadaver (mayat), bisa membutuhkan waktu satu tahun untuk siap dipamerkan. Segitupun dalam waktu singkat semenjak debut nya di travelling exhibition The Body Words sudah mendapatkan saingan dan bajakannya.. (memangnya cuma film, musik dan software aja yang ada bajakannya).

Bisa ditebak knock off nya di produksi dari tempat dimana dia mendedikasikan salah satu laboratoriumnya. Di China! Beberapa dari eksibisi tiruannya itu bahkan sempat berpameran di Amerika dan Eropa. Gaya penampilan dan pose para mayat itupun mirip mirip dengan milik Von Hagens. Meskipun diprotes keras, mereka berdalih, bahwa tubuh manusia itu universal, bukan eksklusif intellectual property milik perorangan. Pameran knock off nya yang sempat digelar di Paris dengan judul Our Body: The Universe Within ditutup paksa menyusul keputusan pengadilan, karena pertimbangan bahwa pameran orang mati secara komersial berarti tidak menghormati orang yang mati tersebut. Sang hakim bahkan memutuskan untuk menyita semua mayat tersebut untuk dikuburkan secara semestinya.

Beda penting dari pekerjaan dan pameran Von Hagens dan pameran serupa lainnya adalah, bahwa semua mayat yang digunakan Von Hagens berasal dari donor yang sah, sementara pameran yang lain, masih dipertanyakan keabsahan mayat mayat yang dipakai. Konon kabarnya mereka berasal dari kamp tahanan dan para kuli yang mati disiksa di China dan Kyrgistan.


Belajar dari Onderdil Tubuh

Tubuh tubuh mati yang dipamerkan di Houston direka gaya sedemikian rupa, mereka selayaknya patung artistic. Dengan warna mendekati aslinya, daging dan otot terpampang secara detil. Ada yang sedang berdansa, ada yang sedang beryoga, dan bermain catur. Bahkan Von Hagens me-reka gaya sepasang cadaver dengan posisi memadu cinta. Tapi yang terakhir ini cuma dipamerkan di exhibisi di Berlin.

Setiap specimen yang dipamerkan ada yang diletakkan di tempat terbuka misalnya tubuh utuh, dapat dilihat dengan sangat dekat tanpa penghalang kaca. Syaratnya, jangan iseng pegang pegang. Pengunjung cukup disiplin untuk tidak melakukannya. Saya bayangkan ini pameran ada di Jakarta, pasti sudah banyak cap jadi tangan di tubuh cadaver cadaver itu. Maklum, selain orang kita disiplinnya masih harus dibenahi, rasa keingintahuan kita mengalahkan pertimbangan lainnya.

Sementara specimen lain yang berbentuk organ tubuh, diletakkan di ruang kaca. Tiap specimen dilengkapi dengan informasi singkat yang menurut orang awam seperti saya, sangat menakjubkan. Misalnya, bahwa hati yang beratnya sekitar 1,5 kg merupakan organ tubuh yang paling besar, atau jika usus halus kita di urai, panjangnya bisa sepanjang sebuah bis. Pantas saja ada orang yang makan seperti orang ngamuk, tapi perut masih dapat menampungnya.

Bisa juga dilihat hati yang sudah terkena kanker disandingkan dengan hati yang sehat, selain berbagai specimen dengan kondisi kesehatan khusus. Tapi yang paling berkesan buat saya adalah pameran syaraf sesosok kepala, dimana tidak ada apapun lagi yang kita lihat dari wajah itu kecuali rangka syaraf yang berjalinan begitu indah dan kompleksnya dalam warna merah menyala. Oh jadi gitu ya, di kepala dan wajah kita saja ada sekelompok jaringan syaraf yang luar biasa fungsi dan keindahannya. Membuat saya bersyukur punya wajah sempurna, meskipun tak secantik Luna Maya hehehe.

Kita bisa mendapatkan informasi lanjutan melalui alat serupa remote control TV, tapi lebih jangkung dan langsing, dengan sejumlah tombol dan alat pendengar. Kita tinggal memencet nomer referensi potongan specimen, dan siap mendengarkan informasi lanjutan dari specimen tertentu.

Kontroversi Mayat

Keberanian Von Hagens bukan tanpa kontroversi. Banyak yang memuji, banyak pula yang mengecam hasil karya nya, mulai dari para scientist yang setuju dan mencibir, para ahli agama dan etika, dan masyarakat umum.

Para pendukungnya berpikir, terobosannya di bidang sains tergolong brilian, dan akan sangat membantu kita memahami tubuh lebih baik lagi. Para pengecamnya berpikir dia sudah berjalan terlalu jauh, mencampuri wilayah Tuhan dengan ‘menghidupkan’ mayat mayat tersebut.

Para ahli etika berpikir sangat tak pantas memamerkan mayat dan organ tubuh secara gamblang, apalagi dengan posisi posisi artistik seperti itu, bahkan beberapa menyebutnya sebagai pameran pornografi tubuh mati. Para ahli kedokteran menganggap donator mayat itu akan lebih berguna bila disumbangkan untuk orang orang yang membutuhkannya untuk transplantasi.

Ada pula yang menentangnya dikarenakan kecurigaan bahwa mayat mayat itu kebanyakan adalah para gelandangan yang mati di jalan, atau para tahanan yang mati di eksekusi. Von Hagens mengklaim bahwa mayat mayat yang dikerjai nya berasal dari para donor legal, orang orang yang menandatangani perjanjian bahwa ketika mereka mati, mereka rela tubuh mereka didonasi untuk kebaikan dan kemajuan dunia ilmu pengetahuan dan kemanusiaan.

Sampai saat ini, di German saja, sudah ada daftar antrian 9000 orang yang sudah menandatangani perjanjian jika mereka mati, maka tubuh mereka akan didonorkan ke institusi Plastinasi milik Von Hagens. Adakah pembaca KoKi yang berminat mendonor?  Yang terakhir, inilah komentar Von Hagens tentang hasil karyanya mengawetkan tubuh manusia dengan cara yang mungkin lebih dahsyat dan indah daripada mumifikasi.

Semakin tua, semakin saya sadari bahwa kematian itu normal, dan hidup merupakan anugerah luar biasa. Saya harap pameran ini akan membantu orang untuk lebih menghargai hidup dan memenuhi hidupnya dengan inspirasi sepanjang waktu”.






Anak Gelo!

Suatu hari di angkot Pondok Kopi-Sumber  Arta, saya mau  tak mau nguping percakapan penumpang, sepertinya mereka ibu dan anak lelaki remaja SMA.
 Ibu: ‘Gerah banget yak (sembari kipas kipas). Angkotnya kagak jalan jalan lagi, nge-tem begini, nunggu penumpang penuh mah lama… ‘

 Anak: ‘Lagian sih emak gak beliin aye motor… ‘(lah apa hubungannnya beliin motor sama angkot nge-tem?)

 Ibu: ‘Beli motor..emangnya emaklu punya duit, apa! Darimana ongkosnya, buat makan aja payah kita’

 Anak: ‘ya kan kita punya rumah, dijual aja. Sebagian duitnya buat beli motor’

 Ibu: ‘Lah rumah se-emprit mau dijual juga, kita tinggal dimana dong ?"

 Anak: ‘ya ngontrak dong, kan duit sisanya bisa dipake buat ngontrak.  Kalo  sayang sama duitnya,  kita numpang aja sama nenek…’

Ooo, Dasar anak gelo korban konsumerisme!

Manikur di Kereta

Ditengah deru suara mesin dan roda kereta listrik dan kipas angin  di KRL Bekasi – Tanah Abang, tiba tiba saya dengar suara khas kletik kletik kayak suara gunting kuku. Lho, siapa yang buka salon pagi pagi gini? Aduh, mbak, kenapa enggak manicure di salon beneran aja sih? Nggunting kuku kok ya di kereta gitu loh. Emang mungkin keliatannya wajar aja, tapi menurut saya sih gak etis deh. Itu kuku sewaktu di potong kan bisa aja loncat kesana kemari.
 Iya sih enggak gimana gimana buat si mbak nya. Tapi buat saya atau penumpang lain, kalo tuh potongan kuku loncat ke celana panjang atau baju trus nyangkut dan menetap  disitu gimana? Jijik deh. Apalagi kalo sampai tuh kuku loncat ke mata penumpang yang duduk dekat dia, atau ke si Bapak sebelahnya yang tidur dengan mulut terbuka.

 Mulut usil saya sih kepinginnya menegur si mbak, tapi kok ya kesannya sadis banget sih mengurusi orang di kereta, di akan gak mengganggu…Memang sih kalau di tilik dari gangguannya tak seberapa. Tapi semestinya semua orang pengguna ruang public menyadari bahwa ada hal hal enggak etis dilakukan di ruang public. Mungkin termasuk ngupil dan ngorek kuping di tempat umum, kali ya. Apalagi kalau  habis itu tangannya dilap kan ke baju orang hehehe…

Kursi (Bukan DPR)

Bapak Bapak, Ibu-ibu, para Roker… (Rombongan Kereta), tak usah lah melihat contoh jauh jauh dan berlagak menyalahkan para anggota DPR yang mau berbuat apa aja demi berebut kursi. Jelas dong kursinya DPR adalah jalan mulus buat kesempatan emas seperti karir, nama tenar, jabatan, uang, jaminan pension biarpun baru kerja 4-5 tahun, dan banyak lagi lainnya. Nah bandingkan  saja  sama kelakuan kita para commuter/Roker kereta jabotabek yang ber-AC, berebut kursi kereta.  Kita biasanya tak segan segan sikut sana sini dan dorong orang sana sini supaya bisa dapat kesempatan masuk duluan ke kereta, dan dapat kursi kosong.   Bahkan saya dengar dari banyak sumber, dan termasuk menyaksikan dengan kuping dan mata sendiri, ibu-ibunya di kereta commuter ac,  sering berperilaku ganas, dan galak.  Jangan deh berani membuka mulut dan menasihati mereka.  Response mereka bisa bikin merinding.   (situasi ini sepertinya justru tidak berlaku untuk komunitas kereta non-Ac yang secara umum penumpangnya lebih punya solidaritas).

 Bukan hanya kursi di kereta yang diperebutkan yang sampai tak kenal lagi etika keselamatan diri sendiri dan orang lain. Area paling depan dimana  penumpang menunggu kereta, juga jadi incaran, dekat sekali dengan rel kereta. Ibaratnya tanah, lokasinya ini sangat prima.  Karena spot ini menjadi kunci untuk masuk lebih dulu ke dalam kereta.   Siapa paling dekat dengan pintu, dialah yang paling beruntung untuk masuk!  Biarpun kereta lain datang duluan, banyak calon penumpang yang tak rela mundur dulu untuk kasih kesempatan penumpang kereta jurusan lain. Mereka lebih rela di desak desak dan didorong, dari pada mengikhlaskan spot nya demi keselamatan. Padahal coba kalau sedang apes, tersambar kereta, atau terjeblos di sisi blong antara kereta dan stasion, apa enggak bahaya?

 Buat saya, berebut seperti itu sampai menafikan fitrah kita sebagai manusia yang baik dan toleran terhadap orang lain, selain enggak mutu, juga enggak elit dan memalukan! 
Buat saya, biar berdiri asal selamat, dari pada mengincar duduk di kereta yang paling lama satu jam saja, eh malah nyasar tiduran di rumah sakit, bahkan bisa bisa di kuburan! Bisa  juga jadi  menyesal dan terhantui  seumur hidup karena menyebabkan orang lain celaka…

Maling!

Beberapa waktu lalu, ada maling masuk ke rumah jam setengah tiga-an pagi. Pas banget jam segituan susah tidur. Kok ada suara geretakan di ruang tengah tempat kami biasanya menonton dan bermain. Kebetulan kamar saya yang menghadap ruang tengah tidak ditutup seperti biasanya. Pas mata terbuka, yang pertama terlihat adalah cowok bercelana coklat sedengkul, sedang membungkuk, mungkin berniat melepas kabel tv atau play station milik anak saya. Habis apa lagi yang mau dibawa? Saya tak   punya barang harta benda yang banyak orang akan anggap berharga. Harta yang paling berharga buat saya ada di badan yang sehat, pikiran yang waras, keluarga yang hebat dan teman teman yang bersahabat. Di ruang tengah, selain TV dan PS, cuma ada lemari buku dan baju, yang tak cocok jadi sasaran colongan…
 
 Tanpa pikir panjang saya teriak ‘maling! Maling!’, sembari loncat dari kasur dan mengejar sang maling. Tanpa ba-bi-bu lagi atau mungkin karena kaget, dia juga lari keluar rumah dan meloncati pagar besi yang ujungnya cukup runcing. Runyamnya, saya Cuma mengenakan daster, tanpa apa apa lagi di baliknya. Kalau saya nekat juga loncat pagar berujung runcing itu, itu namanya blo-on.

Setelah kaget hilang, saya merenung.  Sesungguhnya apa yang saya lakukan secara reflek berteriak dan mengejar maling itu, sungguh tindakan yang berpotensi bahaya.  Gimana kalau ternyata malingnya tak sendirian?  Gimana kalau mereka membawa senjata tajam?  Lain kali saya akan bertindak tenang dulu dan memikirkan untung rugi nya tindakan.  Lebih baik kehilangan benda yang masih bisa dicari lagi daripada kehilangan nyawa …

Pinjem Palsu

Suatu kali, teman Toastmaster sebut aja Bapak Ntu – supaya namanya tak di catut orang lagi- mengirim email ke mailing list klub Toastmaster kami. Isi emailnya, dia bercerita kalau dia lagi ada di Inggris untuk suatu urusan kerjaan, merana sendiri kehilangan dompet dan dokumen.  Dia berniat pinjam duit dari temen temen yang menerima emailnya. Emailnya sopan sekali, mirip sama karakternya si Bapak Ntu.
 Nah karena saya juga pernah punya pengalaman ketinggalan dompet, passport dan document di Houston sementara saya baru sadar sewaktu sudah tiba di New York, saya merasa senasib dengan Pak Ntu.  Kasihan dong, kalau saya bisa membantu, kenapa enggak.   

Dengan manis dan penuh simpati, saya balas emailnya dan menyarankan dia menghubungi embassy atau konjen, juga polisi setempat. Di akhir email, saya menyanggupi buat bantu, dan bahwa saya bisa meminjamkan sedikit. Selebihnya dia mesti cari sendiri.

Besok harinya, email saya di balas, dan Pak Ntu  meminta saya kirim duit pinjaman yang dijanjikan.  Nah sewaktu melihat alamat bank transfernya kok gak sreg ya.  Saya jadi  curiga.  Teringat nomer  hp-nya, saya  kirim sms ke pak Ntu.  Saya enggak tanya tentang terdamparnya dia di Inggris, cuma tanya apa kabarnya, jarang datang ke toastmasters, lagi dimana? Eh dia balas sms dan bilang dia sedang di Balik Papan.  Jadi ternyata orang yang di Inggris ngaku Pak Ntu  sebenarnya penipu!

Makanya sekarang mesti hati hati, penipuan tambah banyak, lokal maupun international. Kalau ada yang ujug ujug minta atau pinjem uang, barang berharga, undian, gratisan, dan lain lain yang aneh aneh di cek dulu deh bener enggak nya. Ya?

Pilih Mana?

Ini pesan buat ibu ibu, mbak mbak, nenek nenek, tante tante dan siapa aja perempuan yang naik kereta atau bis dan enggak kebagian kursi, apalagi kalo di kereta ekspress. Jangan berharap para bapak dan lelaki muda perkasa yang kebagian duduk akan rela melepaskan kursinya demi harga diri dan kehormatan. Urusan beginian tak ada hubungannya dengan harga diri dan kejantanan.

Jadi jangan dibikin stress, apalagi sampai ambil pusing dan gerutuan, macam ini ‘ih dasar gak punya perasaan.. lelaki kok gitu..’.’Huh, pura pura tidur lagi…’
Sudah berdiri sepanjang perjalanan, pegel, kenapa buang energi buat gerutuan terhadap para cowok perkasa itu? Mereka itu mahluk dari planet yang beda sama kita para perempuan. Buat mereka logisnya dapet kursi di kendaraan umum dimana mereka bayar karcisnya, ya dipake dong, ngapain di bagi ke orang? Kita tak bisa berharap mereka punya daya sensitivitas publik yang sama dengan kaum kita. Terima aja kenyataan ini dengan lapang dada.

Lagian, dengan berdiri, kita kan bisa nikmatin pemandangan di luar. Kalau ada apa apa bisa lari duluan. Dan yang penting ini (buat seting di kereta atau busway): kalau diminta milih mau yang mana, berdiri dengan bebas mau di sebelah mana aja dengan bonus pemandangan luar, atau duduk di kursi tapi, ya mau gak mau dengan pemandangan tampak depan tubuh lelaki (yang belum tentu ganteng dan klimis bersih) yang sedang berdiri di depan kita. Apalagi kalo cowoknya rada gatel dan maunya berdekat dekat ke muka kita hiiiyyy! Enak di dia gak enak di kita kan?

James Bond Ala Odong Odong

Enaknya naik kereta odong odong adalah murah meriah, dan memang benar benar meriah, rame suara rame suasana dan rame segala rupa orang. Pasar murah dan parade barang apa aja tersedia.  Dan yang paling penting, tempatnya bikin kita bisa berimajinasi jadi James Bond, berdiri dan tiarap di atap kereta, dan bergelantungan dipinggir pintu dengan angin sepoi dari luar bikin rambut riap riap, dan baju berkibar kibar mirip bendera di tiang paling atas. Wow, berasa jantan deh! Nah inilah salah satu hobi lama temen kantor saya yang tak mau disebut namanya. Saban pulang dari kantor, kesempatan naik odong odong jadi kenikmatan tersendiri buat dia. Ngirit, full angin, dan jadi James Bond!

Biasanya dia gak pernah peduli sama yang namanya keselamatan, maklum jantan banget, kuat dan ngerasa gak bakalan jatuh. Orang bilang berdiri deket pintu rawan copet. Hah! Dia tak pernah kecopetan tuh…

Orang bilang, kita bisa kapok melakukan sesuatu kalau sudah kena batunya. Dan ini lah yang terjadi sama temen saya  si James Bo(n)d-ong ini yang akhirnya insyap jadi James Bodong di Odong Odong. Dia bener bener kena batu yang biasanya di timpukin orang iseng dari pinggir rel kereta ke arah kereta. Mungkin biasanya dia bisa nge-les, mirip para jagoan nge-les dari tendangan lawan. Kali ini apes banget buat dia. Kepalanya bocor, dan sempat masuk rumah sakit buat di jahit  dahinya yang bocor itu. Semenjak itu dia berhenti gelantungan di pinggir pintu kereta. Kepalanya lebih berharga dari pada aksi aksian ala jagoan…

Toilet Story: Pengamat Ee

Ok, saya mau ngaku: punya kebiasaan yang bagi sebagian besar orang mungkin jorok. Saya suka memperhatikan dengan seksama ampas kotoran yang keluar dari perut saya, sewaktu pipis dan ‘e’e. Memang sih, enggak sampai mencatat hasilnya di kertas. Tapi saya perhatikan warnanya, bentuknya, banyaknya, teksturnya. Rasanya puas sekali kalau di kotoran itu saya bisa lihat bekas bekas serat dan hijau hijauan, atau warnanya yang bening. Jadwal buang air besar saya biasanya rutin, subuh hari, siang hari sesudah makan, dan malam sebelum tidur. Persis jadwal minum obat, 3 kali sehari, kadang lebih.

Kadang kepuasan mengamati saya terganggu kalau sedang bepergian di tempat umum. Maklum, seringnya toilet umum di Negara saya Indonesia Raya ini banyak peminatnya, sedikit jumlahnya, dan rendah mutu kebersihannya. Tapi di Negara yang toiletnya terlalu responsive seperti Singapore, juga suka bikin kesal. Maklum, kita bergerak sedikit, sensor gerakan di toilet akan mengirim air mengguyur mangkok toilet secara otomatis. Hilanglah kesempatan batin bertatap tatapan dengan sang kotoran. ..

Iya deh, gak apa apa kalau kegiatan ini dianggap menjijikkan, tapi bisa jadi ini kebiasaan yang menguntungkan buat kesehatan kita. Dengan mengamati kotoran sendiri dan perubahannya dari waktu ke waktu, kita bisa tau kondisi kesehatan perut kita. Misalnya air seni yang sehat itu tak berbau, buihnya sedikit, warnanya kuning bening dan cerah seperti jus nanas. Kalau sebaliknya, mungkin kita kurang minum, atau banyak minuman yang mengandung preservatives, atau saringan ginjalnya bermasalah! Tinja yang sehat itu kalau baunya tidak terlalu menyengat, teksturnya indah, bentuknya padat, warnanya muda dan solid. Kalau kebalikannya dari itu, tetapi kita merasa sehat, mungkin makanan berbau seperti duren dan jengkol lah penyebabnya. Kalau warnanya rupa rupa dan banyak potongan sisa makanan, bisa jadi karena kita kurang mengunyah dengan baik. Kalau kotorannya cair, mungkin kita kena diare…

 Jadi mulai sekarang, ayo biasakan mengamati ‘e’e sendiri…(husy! jangan jijik ah!)


Toilet Story: Pahlawan Kita

Bayangkan kita lagi ada di jalan, perut ngadat, siap meledakkan ampas makanan. Sementara tak ada satupun toilet di sekitar kita. Gimana dong? Kalau Anda seperti saya, pasti sudah tak bisa menahannya…pada saat seperti itu, mungkin kita berharap hidup di pertengahan abad 18 di Eropa sebelum technology toilet dikembangkan. Jadi kita bisa bersama sama buang air besar (BAB) di jalan tanpa malu malu, dan tinggalkan saja ampasnya yang bau itu bertebaran di jalan.  Sayangnya ini bukan abad 18, dan kita masih kebelet. Saat seperti itu, baru terasa, toilet adalah pahlawan perut kita. Pahlawan tanpa tanda jasa. Pahlawan yang sering kita jajah, injak injak, dan serahkan nasib kebersihannya kepada orang lain.

Seri toilet stories ini adalah sebagai tribute dan penghargaan kepada toilet yang telah berjasa besar menampung kotoran kita dengan senang hati, yang membantu jaga kesehatan perut kita, dan kesehatan bangsa kita. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai toiletnya. Bukankah kita bangsa yang besar?

Jadi, nikmati toilet stories disini sembari mengejan di toilet hmmmhhghh! Duuttt! Sroottt! Plung! Ahhhh! (leganya…)


Wednesday, March 21, 2012

Tangan dan Kuman

Yang biasanya suka meper (mengelapkan tangan), atau menyenderkan badan di sembarang tempat umum, mestinya sekarang lebih hati hati. Mendingan di lap-in ke baju kita sendiri deh, lebih aman dan higienis (kalo pas lagi gak ada tissue, atau gak mampu beli) dari pada kayak yang saya liat pagi ini di stasion kereta. Disitu ada tiang pancang yang cukup lebar diameternya. Kasihan banget ngelihat tiang itu  jadi sasaran peperan  (pengelapan) segala rupa. 

Beberapa tukang telor asin yang baru aja menunaikan hajat di pojokan tembok, langsung mampir buat nge-lap tangannya yang bekas pipis ke tiang. Gak lama kemudian, mas mas berkumis baru aja ‘breeett’ melempar ingusnya ke udara dengan gaya. Tangannya mengusap sisa ingus di kumisnya, dan sambil lalu dia nge-lap tangannya ke tiang pancang, yang kalo aja punya muka dan bisa nangis, pasti udah nangis Bombay.

Hiii! Untung saya gak jadi menyenderkan badan di situ, sewaktu menunggu kereta datang. Itu baru yang keliatan sama mata. Berapa banyak tangan jahil yang mengusap segala jenis kotorannya dari upil, keringet, daki, sampe bekas pipis, ke tembok atau tiang di tempat umum? Dan berapa sering kita pegangan, senderan, di tembok, tiang, pager, di tempat umum? Mungkin agak susah menghindar, soalnya kita gak selalu inget kuman dan kotoran itu. Mungkin ada baiknya cuci tangan sesering mungkin, terutama kalo baru aja abis pegang pegangan sarana umum.   Cara cuci tangan yang baik dan benar dan gunanya cuci tangan  bisa lihat disini :  http://news.health.com/2009/01/02/protect-yourself-wash-germs-away/

Tersedak Kolak

Umur memang tak bisa ditawar.  Tapi berhati hati seharusnya juga tak bisa ditawar demi kesehatan dan keselamatan kita.  Kadang sesuatu yang kelihatannya tak mungkin melukai atau membahayakan buat kita, malah menjadi pembunuh yang poten. 

Siapa sangka kalau kolak pisang yang enak gurih manis itu bakalan jadi perantara orang berangkat ke akhirat. Pasalnya, pisang itu salah masuk menutupi jalan nafas.  Dan orang terdekat yang ada disitu tak mampu memberikan pertolongan pertama Heimlich untuk membantu membuka jalan nafasnya.

Padahal 4 menit pertama yang kritis kayak gini bisa jadi golden time untuk menolong hidup orang. Makanya, jangan segan meluangkan waktu buat belajar first aid, Heimlich, emergency response. Nilai tambahnya belajar ginian bisa lebih gede daripada belajar naik motor atau nyetir mobil. Anda bisa menyelamatkan nyawa!  Apa itu Heimlich? First aid? Bisa liat disini: http://www.ehow.com/how_14949_heimlich-maneuver.html

http://www.bbc.co.uk/health/treatments/first_aid/procedures/chokingadultandchild.shtml

Perokok Gelo

Jika Anda  perokok, besar kemungkinan  Anda akan defensive membaca cerita ini.  Tak apa.  Anda tak harus menyukai apapun yang Anda baca bukan?  Ini cerita terjadi di sebuah kolam renang di  salah satu komplek villa sewaan dekat Taman Safari, Bogor. 
 Seorang Bapak muda  berbadan subur sedang bersiap melompat ke kolam, tetapi dia tak jadi melakukannya.  Pasalnya dia melihat istri dan anaknya mendatangi area kolam.  Anaknya montok dan lucu mungkin berusia sekitar 7  bulan.  Dia mendekati keluarganya dan duduk bersama mereka di pinggir kolam.

Entah mendadak stress karena ada istrinya, atau tiba tiba kerasukan setan rokok,  tiba tiba dia mengeluarkan rokoknya, menyalakan, menikmati dan menghembuskan asapnya ke istri dan anaknya sembari bercanda dengan mereka.  Duh!  Kasihan banget sih istri dan anaknya disemprot asap racun begitu.

 Kalau istrinya menerima asap rokok itu dengan bahagia saja, dikarenakan cintanya yang mendalam pada sang suami, ok lah.  Siapa yang bisa melarang?  Tetapi mengepulkan asap rokok ke bayi?  Cuma perokok gelo yang bisa melakukannya.  Nggak fair dong buat sang anak.  Dia belum bisa bicara dan protes.  Dia belum punya kuasa untuk menolak!  Dan kalau saya  jadi istrinya, sudah pasti saya akan mencak mencak dan kalo perlu gaplok sekalian, hahaha!

Sayang sekali banyak bentuk abusive yang halus, kurang kelihatan tapi besar dampak negatifnya yang terjadi dalam keluarga, utamanya yang dilakukan orangtua terhadap anaknya.  Kalo Anda  jadi istri punya  suami seenak enak kelakuan kayak gini yang tidak menghargai hak   Anda dan hak anak Anda, seharusnya tak  perlu takut buat buka mulut.  Itu sudah jadi hak Anda!

Tuesday, March 13, 2012

Pak Serobot

Setting: Takashimaya Department Store, Singapore, antrian beli kacang kacangan yang harga sekilonya rata rata berlipat lipat dari harga beras.

Biarpun saya (belum) kaya, boleh dong nyobain makanan mahal dan sehat kayak gini, dikit aja kok, Saya bergumam di depan konter kacang kacangan di Takashimaya. Di depan saya udah ada 2 orang yang juga sedang antri. Dengan manisnya saya ngantri di belakang seorang cowok ganteng sebaya saya, berkebangsaan Jepang. Tiba tiba, tanpa ba-bi-bu seorang bapak langsung ke konter dan menyerobot antrian. Saya dan cowok itu berpandangan, dan tak tahan dengan kelakuan sembrono serobotan itu, saya nyindir si Bapak ‘serobot’ itu dengan ngomong cukup keras ke arah si Jepang, ‘Aren’t you in the queue? – elo lagi antri kan?’ Si Jepang senyum dengan manisnya dan mengangguk.

Ya, rupanya Pak Serobot ini kupingnya cukup tambeng. Dia cuek saja. Kami berdua akhirnya menunggu Pak Serobot yang tanpa rasa bersalah sedang dilayani. Dia senyum senyum senang karena penghematan waktu tunggu dengan menyerobot antrian.

Dalam hati, saya bertaruh si bapak serobot ini pasti bangsa sendiri. Soalnya urusan kayak gini udah jadi budaya di negeriku Indonesia tercinta. Terus terang saat itu saya berharap si Jepang enggak ngira ngira kalo saya sebangsa setanah air sama bapak serobot itu (sorry bukan saat nya patriotic kalo begini).

Horee! Tebakan saya betul! Tuh bener kan? Di belakang sang Bapak, ada anggota keluarganya yang ngajak ngomong dia dalam bahasa Indonesia. Sial, malu maluin martabat bangsa aja…