Monday, August 13, 2012

Ramadhan, Bulan Jor-Joran?

Selamat datang Ramadhan yang indah, kata banyak orang. Buat saya, setiap Ramadhan selalu menyisakan perasaan galau yang mungkin tidak semestinya. Saya gundah melihat banyak dari kita memaknai Ramadhan seperti layaknya bulan pesta, bulan jor-joran. Lihat saja:

- Semakin banyak biaya belanja dan jumlah daftar belanjaan rumah, belum yang untuk hantaran ke tetangga dan kerabat.

- Waktu buka dan sahur digunakan untuk makan segala rupa sepuasnya, sampai kenyang sekenyangnya, seperti besok mau mati saja.

- Penjual petasan terlihat dimana mana, dan bunyi petasan dan kembang api hampir setiap malam terdengar di setiap sudut kampong.

- pengeras suara di masjid yang jumlahnya ribuan di Jakarta ini berlomba berkeras kerasan setiap saat, siang, malam, sore, dinihari, subuh, memperdengarkan lantunan pengumuman ‘bangun!, sahur!’, dan nyanyian rohani. Semakin ramai. Volume suara sound system ditambah. Belum lagi kelompok orang yang berkeliling dengan tetabuhan dimulai dari jam 2 malam. Karenanya, tantangan yang berat sekali menjadi khidmat, syahdu dan khusuk di bulan ramadhan. Rasanya tradisi pengeras suara ini paling popular di Indonesia saja. Di banyak Negara muslim dan Negara Arab, bunyi azan dan alunan ayat suci dari masjid santun sekali, tidak terlalu keras, dan syahdu enak di kuping, membuat bulu kuduk merinding, dan hati tersentuh kerinduan akan Tuhan. Mungkin di pedesaan pengalaman indah suara khidmat dari masjid masih bisa di dapat.

- Tempat belanja dan mall-mall semakin meriah, makin penuh pengunjung berbelanja, apalagi ada Lebaran sale. (Ahem, jangan kuatir, kan ada tunjangan hari raya)

- Masjid biasanya penuh di awal awal minggu Ramadhan, ibu ibu sibuk mempamerkan mukena dan sajadah baru nya, atau bahkan berniaga antar mereka di sela sela tarawihnya. Anak anak senang dengan keramaiannya.

- “Enaknya makan apa nanti malem ya?” menjadi tema sentral, dan restoran restoran kewalahan dengan padatnya acara pesta buka puasa dan makan malam

- Program siaran TV tambah heboh, dari subuh sampai subuh lagi. Iklan semakin menawan. Sinetron yang katanya rohani dijejali dengan karakter gaya hidup mewah, dengki, benci. Para artist dan actor mengganti dengan pakaian muslim yang kinclong, jreng dan bersinar sinar, membuat banyak para penonton di pelosok sana bermimpi bisa jadi artis dan actor.

- Yang akan pulang kampong, sedang bersiap siap menumpuk oleh oleh untuk dibawa pulang, baju lebaran dan kendaraan apa yang bisa dipamerkan. Banyak yang sudah mulai kredit motor sebulan sebelumnya, supaya bisa dibawa pulang kampong. Setelah lebaran bisa dikembalikan ke dealernya. Rental mobil juga laris manis.

- Pembuatan kue lebaran sudah mulai di rancang, amplop amplop berisi uang untuk anak kecil, keluarga dan handai taulan sudah mulai disisihkan. Malu dan gengsi alasan yang pasti.

- Saat nya juga memikirkan baju dan asesoris baru apa untuk diri dan keluarga. Malu dong kalau tidak kelihatan keren.

Disela sela hiruk pikuk itu, ibadah ramadhan yang sebenarnya berjalan dengan sunyi, dan mungkin seadanya, karena energy kita sudah habis sehabis habisnya untuk persiapan 'pesta' buka puasa, dan lebaran. Ibadah ramadhan menjadi sekedarnya, yang penting puasa. Duh sedihnya….

(Saya berharap, yang saya lihat, amati dan rasakan cuma semu dan subjective, adanya di kampong saya aja. Maafkan bila tidak berkenan. Selamat menikmati Ramadhan, semoga berkah)


Tulisan ini saya pasang di mynote face book saya awal bulan ramadhan kemarin. Dan hari ini, ketika ramadhan hampir berakhir saya baru baca tulisan Ali Mustafa Yaqub, imam besar masjid Istiqlal di Kompas online tentang bergesernya perilaku Ramadhan.  Rasanya baru ini lah saya lihat tulisan di media yang bicara berbeda (self-critics) mengenai ramadhan http://nasional.kompas.com/read/2012/08/13/11545754/Bergesernya.Perilaku.Ramadhan.... Syukurlah ada orang besar yang share the same concerns.  Kayaknya gerakan hidup sederhana mesti dihidupkan kembali ya.

No comments: