Monday, March 26, 2012

The Body Worlds: Pameran Tubuh Mati

Gambar yang tersaji di halaman iklan booklet visitor guide to New York itu membuat saya penasaran, karena menampilkan photo wajah dan tubuh seorang laki laki telanjang, yang seolah sedang melangkah, dan berpose sembari menyelempang kulit luarnya sendiri seperti seorang model menyelempang jaket ke bahunya. Ya, benar, wajah dan tubuh lelaki itu sudah dikuliti. Otot, dan daging dalam tertampil dengan artistik. Ini pameran mayat, tubuh mati manusia. Bunyinya, The Body Worlds Exhibition sedang berlangsung.


Mungkin pembaca mengira selera saya aneh. Mbok yao, ke New York pergi lihat patung Liberty, atau ke Metropolitan Museum of Art yang rada sophisticated gitu… Tapi saya selalu tertarik dengan rahasia tubuh manusia. Bisa jadi juga hasrat terpendam saya yang tak kesampaian untuk menjadi dokter. Mungkin itu sebabnya juga saya tertarik untuk mendatangi pameran tersebut. Ini pertama kalinya saya ke New York, dan saya berniat melihat lihat ke radius yang lebih jauh dari sekedar Central Park yang lokasinya dekat dengan Hilton tempat saya menginap. Sayangnya, saya gagal berkunjung. Jadwal saya padat, dan di hari terakhir di New York saya gunakan waktu seharian untuk berkeliling kota naik bis tingkat dan mengambil photo. Melihat Body Worlds di New York, tinggal mimpi…
Ajaibnya, di tahun yang sama, akhirnya impian saya untuk itu terwujud juga, hanya tempatnya berbeda. Kali ini dalam kunjungan bisnis saya ke Houston, saya mampir ke eksibisi tersebut di Houston Museum of Natural Science. Dua orang kolega saya menemani berkunjung ke museum tersebut. Lebih asyik lagi karena perusahaan saya punya jatah diskon bagi karyawan yang berkunjung kesana.

Tidak Menyeramkan

Semula saya tak tahu persis apa yang ditawarkan pameran ini. Inilah saat saya bisa ngintip bagian dalam tubuh manusia, dan mayat dalam tiga dimensi, bukan gambar atau film, tanpa harus pergi ke kamar mayat atau ke ruang otopsi, dan tanpa harus merasa jijik. Sangat tidak biasa menontoni onderdil tubuh manusia berbagai ukuran, ras dan jenis kelamin, yang asli, mati, dan sudah di plastinasi. Ini saja, sudah cukup alasan untuk saya menjadi sangat tertarik.


 Bagi yang belum melihat, cerita tentang pameran ini mungkin sedikit mengerikan kalau tidak menjijikkan. Tetapi melihatnya sendiri, tak ada impresi lain selain kekaguman akan keindahan dan kecerdasan kompleks tubuh kita sebagai miniature alam semesta. Di pameran yang saya datangi, banyak pelajar yang terkesima, tapi pada saat yang sama, juga saya mendengar cekikikan kecil pada saat mereka menatap bandul laki laki atau alat vital wanita.

Pameran ini juga bisa menjadi pelajaran anatomi tubuh manusia yang bukan saja bagus buat para mahasiswa kedokteran tapi juga bagi para pelajar, dan peminat anatomi tubuh. Saya tidak melihat nya dengan kacamata jorok, bahkan penulis publikasi Times Melanie Reid, menyebutkan bahwa pameran ini sama sekali tidak porno, tidak menyeramkan ataupun menjijikkan. Pendek kata: luarbiasa! Membuat saya bersyukur punya kesempatan untuk menyaksikan dan mengagumi ciptaan tuhan yang paling luar biasa ini.

Body Worlds digagas oleh seorang ilmuwan Jerman Gunther Von Hagens yang juga penemu teknik pengawetan mayat disebut plastinasi. Pameran pertama kali dilakukan di Jepang di tahun 1995 sebelum ke negara maju lainnya. Saya rasa, pemilihan Jepang sebagai tempat premier untuk melakukan eksibisi sangat tepat. Bangsa Jepang sangat terbuka terhadap segala macam kreativitas dan inovasi, sementara bangsa maju lainnya masih berdebat apakah hal ini etis atau tidak. Saat ini, Body Worlds sudah dikunjungi oleh lebih dari 25 juta orang di berbagai Negara.

Pameran ini terdiri dari sejumlah mayat lengkap berikut onderdil dalamnya yang diris, di potong di beberapa bagian dengan apiknya sehingga kita dapat melihat ke dalamnya. Tentu saja sudah tanpa kulit luar. Satu satunya yang palsu disitu adalah bola matanya. Bahkan rambutnya pun rambut asli yang diawetkan dengan baik. Tehnik plastinasi yang menggantikan cairan tubuh dan lemak dengan cairan silicon karet plastisin memungkinkan mayat mayat itu tetap dalam kondisi aslinya meskipun di potong, dikerat dan diiris tipis, malang melintang.

Pada setiap eksibisi, biasanya akan dipamerkan sejumlah 25 tubuh utuh yang dirancang berpose artistic dan estetik,dan 200-an potong organ tubuh seperti liver, jantung, usus, jaringan kepala, ginjal, bagian bagian perut, urat, otot dan jaringan syaraf, bahkan janin! Nah untuk bayi dan janin yang dipamerkan, didapatkan dari koleksi universitas dan rumah sakit yang disumbangkan ke pihak the Body Worlds. Sangat mengagumkan detail yang ditampilkan. Pasti hasil kerja yang melelahkan dan membutuhkan dedikasi luar biasa untuk membuatnya akurat seperti itu.


Tidak ada photo-photo-an

Jika saja kamera dibolehkan dipakai di ruang pameran, pasti disela sela suara takjub dari pengunjung, kita bisa mendengar suara klik kamera secara konstan, belum lagi kejap lampu kilat blitz yang pasti tak henti menganggu kenikmatan menonton. Syukurlah pameran ini anti kamera. Pengunjung yang ingin masuk diminta menitipkan kamera, video dan hp di konter khusus . Saya sih senang saja, karena toh masih bisa membeli DVD pamerannya, dan poster jika benar benar berminat terhadap photo eksibisi mayat tadi. Tapi akhirnya saya Cuma membeli DVD saja, ngeri ah beli poster gambar mayat buat apa? Hiiiy salah salah malam malam ditegur hantunya hehehe.

Jadi bila Anda penasaran, google saja body worlds, bisa di lihat di youtube atau situs resmi bodyworlds. Tambahan informasi disini juga saya dapatkan dari berbagai sumber termasuk mas Wiki di Wikipedia.com.

 Semua foto disini merupakan gambar yang saya foto ulang dari brosur yang saya terima dari tempat eksibisi.

Proses Plastinasi dan Bajakan


Kegiatan plastinasi mayat dan bagian tubuh di Laboratorium Plastinasi Von Hagens dibantu oleh 340 karyawannya di 3 laboratorium di Jerman, China dan Kirgistan. Di China sendiri, laboratoriumnya dikhususkan untuk memplastinasi hewan.
Von Hagens ini memang nyentrik dan rada rada parno (baca: paranoid) dengan hasil karya nya. Dia sangat pelit dengan copyright dari pamerannya. Bahkan pers pun tak boleh memphoto dan merepro sembarangan, cuma boleh di satu publikasi saja dengan syarat dan ketentuan ketat, dan setelah selesai maka copyrightnya mesti dikembalikan ke tangannya lagi. Bisa dimaklumi jika dia begitu hati hati dan protektif terhadap hasil karya nya yang bukan pekerjaan main main. Von Hagens menemukan formula dan cara plastinasi mayat di tahun 70-an, dan semenjak itu setiap menit dari hidupnya dibaktikan untuk proyeknya tersebut.

Untuk setiap tubuh utuh yang siap sedia dipamerkan, dibutuhkan 1500 jam kerja untuk memproses plastinasinya, ini belum termasuk segala tetek bengek urusan yang berkaitan dengan sebelum mayat di plastinasi sampai dia sudah siap untuk dipamerkan. Alhasil, sebuah cadaver (mayat), bisa membutuhkan waktu satu tahun untuk siap dipamerkan. Segitupun dalam waktu singkat semenjak debut nya di travelling exhibition The Body Words sudah mendapatkan saingan dan bajakannya.. (memangnya cuma film, musik dan software aja yang ada bajakannya).

Bisa ditebak knock off nya di produksi dari tempat dimana dia mendedikasikan salah satu laboratoriumnya. Di China! Beberapa dari eksibisi tiruannya itu bahkan sempat berpameran di Amerika dan Eropa. Gaya penampilan dan pose para mayat itupun mirip mirip dengan milik Von Hagens. Meskipun diprotes keras, mereka berdalih, bahwa tubuh manusia itu universal, bukan eksklusif intellectual property milik perorangan. Pameran knock off nya yang sempat digelar di Paris dengan judul Our Body: The Universe Within ditutup paksa menyusul keputusan pengadilan, karena pertimbangan bahwa pameran orang mati secara komersial berarti tidak menghormati orang yang mati tersebut. Sang hakim bahkan memutuskan untuk menyita semua mayat tersebut untuk dikuburkan secara semestinya.

Beda penting dari pekerjaan dan pameran Von Hagens dan pameran serupa lainnya adalah, bahwa semua mayat yang digunakan Von Hagens berasal dari donor yang sah, sementara pameran yang lain, masih dipertanyakan keabsahan mayat mayat yang dipakai. Konon kabarnya mereka berasal dari kamp tahanan dan para kuli yang mati disiksa di China dan Kyrgistan.


Belajar dari Onderdil Tubuh

Tubuh tubuh mati yang dipamerkan di Houston direka gaya sedemikian rupa, mereka selayaknya patung artistic. Dengan warna mendekati aslinya, daging dan otot terpampang secara detil. Ada yang sedang berdansa, ada yang sedang beryoga, dan bermain catur. Bahkan Von Hagens me-reka gaya sepasang cadaver dengan posisi memadu cinta. Tapi yang terakhir ini cuma dipamerkan di exhibisi di Berlin.

Setiap specimen yang dipamerkan ada yang diletakkan di tempat terbuka misalnya tubuh utuh, dapat dilihat dengan sangat dekat tanpa penghalang kaca. Syaratnya, jangan iseng pegang pegang. Pengunjung cukup disiplin untuk tidak melakukannya. Saya bayangkan ini pameran ada di Jakarta, pasti sudah banyak cap jadi tangan di tubuh cadaver cadaver itu. Maklum, selain orang kita disiplinnya masih harus dibenahi, rasa keingintahuan kita mengalahkan pertimbangan lainnya.

Sementara specimen lain yang berbentuk organ tubuh, diletakkan di ruang kaca. Tiap specimen dilengkapi dengan informasi singkat yang menurut orang awam seperti saya, sangat menakjubkan. Misalnya, bahwa hati yang beratnya sekitar 1,5 kg merupakan organ tubuh yang paling besar, atau jika usus halus kita di urai, panjangnya bisa sepanjang sebuah bis. Pantas saja ada orang yang makan seperti orang ngamuk, tapi perut masih dapat menampungnya.

Bisa juga dilihat hati yang sudah terkena kanker disandingkan dengan hati yang sehat, selain berbagai specimen dengan kondisi kesehatan khusus. Tapi yang paling berkesan buat saya adalah pameran syaraf sesosok kepala, dimana tidak ada apapun lagi yang kita lihat dari wajah itu kecuali rangka syaraf yang berjalinan begitu indah dan kompleksnya dalam warna merah menyala. Oh jadi gitu ya, di kepala dan wajah kita saja ada sekelompok jaringan syaraf yang luar biasa fungsi dan keindahannya. Membuat saya bersyukur punya wajah sempurna, meskipun tak secantik Luna Maya hehehe.

Kita bisa mendapatkan informasi lanjutan melalui alat serupa remote control TV, tapi lebih jangkung dan langsing, dengan sejumlah tombol dan alat pendengar. Kita tinggal memencet nomer referensi potongan specimen, dan siap mendengarkan informasi lanjutan dari specimen tertentu.

Kontroversi Mayat

Keberanian Von Hagens bukan tanpa kontroversi. Banyak yang memuji, banyak pula yang mengecam hasil karya nya, mulai dari para scientist yang setuju dan mencibir, para ahli agama dan etika, dan masyarakat umum.

Para pendukungnya berpikir, terobosannya di bidang sains tergolong brilian, dan akan sangat membantu kita memahami tubuh lebih baik lagi. Para pengecamnya berpikir dia sudah berjalan terlalu jauh, mencampuri wilayah Tuhan dengan ‘menghidupkan’ mayat mayat tersebut.

Para ahli etika berpikir sangat tak pantas memamerkan mayat dan organ tubuh secara gamblang, apalagi dengan posisi posisi artistik seperti itu, bahkan beberapa menyebutnya sebagai pameran pornografi tubuh mati. Para ahli kedokteran menganggap donator mayat itu akan lebih berguna bila disumbangkan untuk orang orang yang membutuhkannya untuk transplantasi.

Ada pula yang menentangnya dikarenakan kecurigaan bahwa mayat mayat itu kebanyakan adalah para gelandangan yang mati di jalan, atau para tahanan yang mati di eksekusi. Von Hagens mengklaim bahwa mayat mayat yang dikerjai nya berasal dari para donor legal, orang orang yang menandatangani perjanjian bahwa ketika mereka mati, mereka rela tubuh mereka didonasi untuk kebaikan dan kemajuan dunia ilmu pengetahuan dan kemanusiaan.

Sampai saat ini, di German saja, sudah ada daftar antrian 9000 orang yang sudah menandatangani perjanjian jika mereka mati, maka tubuh mereka akan didonorkan ke institusi Plastinasi milik Von Hagens. Adakah pembaca KoKi yang berminat mendonor?  Yang terakhir, inilah komentar Von Hagens tentang hasil karyanya mengawetkan tubuh manusia dengan cara yang mungkin lebih dahsyat dan indah daripada mumifikasi.

Semakin tua, semakin saya sadari bahwa kematian itu normal, dan hidup merupakan anugerah luar biasa. Saya harap pameran ini akan membantu orang untuk lebih menghargai hidup dan memenuhi hidupnya dengan inspirasi sepanjang waktu”.






Anak Gelo!

Suatu hari di angkot Pondok Kopi-Sumber  Arta, saya mau  tak mau nguping percakapan penumpang, sepertinya mereka ibu dan anak lelaki remaja SMA.
 Ibu: ‘Gerah banget yak (sembari kipas kipas). Angkotnya kagak jalan jalan lagi, nge-tem begini, nunggu penumpang penuh mah lama… ‘

 Anak: ‘Lagian sih emak gak beliin aye motor… ‘(lah apa hubungannnya beliin motor sama angkot nge-tem?)

 Ibu: ‘Beli motor..emangnya emaklu punya duit, apa! Darimana ongkosnya, buat makan aja payah kita’

 Anak: ‘ya kan kita punya rumah, dijual aja. Sebagian duitnya buat beli motor’

 Ibu: ‘Lah rumah se-emprit mau dijual juga, kita tinggal dimana dong ?"

 Anak: ‘ya ngontrak dong, kan duit sisanya bisa dipake buat ngontrak.  Kalo  sayang sama duitnya,  kita numpang aja sama nenek…’

Ooo, Dasar anak gelo korban konsumerisme!

Manikur di Kereta

Ditengah deru suara mesin dan roda kereta listrik dan kipas angin  di KRL Bekasi – Tanah Abang, tiba tiba saya dengar suara khas kletik kletik kayak suara gunting kuku. Lho, siapa yang buka salon pagi pagi gini? Aduh, mbak, kenapa enggak manicure di salon beneran aja sih? Nggunting kuku kok ya di kereta gitu loh. Emang mungkin keliatannya wajar aja, tapi menurut saya sih gak etis deh. Itu kuku sewaktu di potong kan bisa aja loncat kesana kemari.
 Iya sih enggak gimana gimana buat si mbak nya. Tapi buat saya atau penumpang lain, kalo tuh potongan kuku loncat ke celana panjang atau baju trus nyangkut dan menetap  disitu gimana? Jijik deh. Apalagi kalo sampai tuh kuku loncat ke mata penumpang yang duduk dekat dia, atau ke si Bapak sebelahnya yang tidur dengan mulut terbuka.

 Mulut usil saya sih kepinginnya menegur si mbak, tapi kok ya kesannya sadis banget sih mengurusi orang di kereta, di akan gak mengganggu…Memang sih kalau di tilik dari gangguannya tak seberapa. Tapi semestinya semua orang pengguna ruang public menyadari bahwa ada hal hal enggak etis dilakukan di ruang public. Mungkin termasuk ngupil dan ngorek kuping di tempat umum, kali ya. Apalagi kalau  habis itu tangannya dilap kan ke baju orang hehehe…

Kursi (Bukan DPR)

Bapak Bapak, Ibu-ibu, para Roker… (Rombongan Kereta), tak usah lah melihat contoh jauh jauh dan berlagak menyalahkan para anggota DPR yang mau berbuat apa aja demi berebut kursi. Jelas dong kursinya DPR adalah jalan mulus buat kesempatan emas seperti karir, nama tenar, jabatan, uang, jaminan pension biarpun baru kerja 4-5 tahun, dan banyak lagi lainnya. Nah bandingkan  saja  sama kelakuan kita para commuter/Roker kereta jabotabek yang ber-AC, berebut kursi kereta.  Kita biasanya tak segan segan sikut sana sini dan dorong orang sana sini supaya bisa dapat kesempatan masuk duluan ke kereta, dan dapat kursi kosong.   Bahkan saya dengar dari banyak sumber, dan termasuk menyaksikan dengan kuping dan mata sendiri, ibu-ibunya di kereta commuter ac,  sering berperilaku ganas, dan galak.  Jangan deh berani membuka mulut dan menasihati mereka.  Response mereka bisa bikin merinding.   (situasi ini sepertinya justru tidak berlaku untuk komunitas kereta non-Ac yang secara umum penumpangnya lebih punya solidaritas).

 Bukan hanya kursi di kereta yang diperebutkan yang sampai tak kenal lagi etika keselamatan diri sendiri dan orang lain. Area paling depan dimana  penumpang menunggu kereta, juga jadi incaran, dekat sekali dengan rel kereta. Ibaratnya tanah, lokasinya ini sangat prima.  Karena spot ini menjadi kunci untuk masuk lebih dulu ke dalam kereta.   Siapa paling dekat dengan pintu, dialah yang paling beruntung untuk masuk!  Biarpun kereta lain datang duluan, banyak calon penumpang yang tak rela mundur dulu untuk kasih kesempatan penumpang kereta jurusan lain. Mereka lebih rela di desak desak dan didorong, dari pada mengikhlaskan spot nya demi keselamatan. Padahal coba kalau sedang apes, tersambar kereta, atau terjeblos di sisi blong antara kereta dan stasion, apa enggak bahaya?

 Buat saya, berebut seperti itu sampai menafikan fitrah kita sebagai manusia yang baik dan toleran terhadap orang lain, selain enggak mutu, juga enggak elit dan memalukan! 
Buat saya, biar berdiri asal selamat, dari pada mengincar duduk di kereta yang paling lama satu jam saja, eh malah nyasar tiduran di rumah sakit, bahkan bisa bisa di kuburan! Bisa  juga jadi  menyesal dan terhantui  seumur hidup karena menyebabkan orang lain celaka…

Maling!

Beberapa waktu lalu, ada maling masuk ke rumah jam setengah tiga-an pagi. Pas banget jam segituan susah tidur. Kok ada suara geretakan di ruang tengah tempat kami biasanya menonton dan bermain. Kebetulan kamar saya yang menghadap ruang tengah tidak ditutup seperti biasanya. Pas mata terbuka, yang pertama terlihat adalah cowok bercelana coklat sedengkul, sedang membungkuk, mungkin berniat melepas kabel tv atau play station milik anak saya. Habis apa lagi yang mau dibawa? Saya tak   punya barang harta benda yang banyak orang akan anggap berharga. Harta yang paling berharga buat saya ada di badan yang sehat, pikiran yang waras, keluarga yang hebat dan teman teman yang bersahabat. Di ruang tengah, selain TV dan PS, cuma ada lemari buku dan baju, yang tak cocok jadi sasaran colongan…
 
 Tanpa pikir panjang saya teriak ‘maling! Maling!’, sembari loncat dari kasur dan mengejar sang maling. Tanpa ba-bi-bu lagi atau mungkin karena kaget, dia juga lari keluar rumah dan meloncati pagar besi yang ujungnya cukup runcing. Runyamnya, saya Cuma mengenakan daster, tanpa apa apa lagi di baliknya. Kalau saya nekat juga loncat pagar berujung runcing itu, itu namanya blo-on.

Setelah kaget hilang, saya merenung.  Sesungguhnya apa yang saya lakukan secara reflek berteriak dan mengejar maling itu, sungguh tindakan yang berpotensi bahaya.  Gimana kalau ternyata malingnya tak sendirian?  Gimana kalau mereka membawa senjata tajam?  Lain kali saya akan bertindak tenang dulu dan memikirkan untung rugi nya tindakan.  Lebih baik kehilangan benda yang masih bisa dicari lagi daripada kehilangan nyawa …

Pinjem Palsu

Suatu kali, teman Toastmaster sebut aja Bapak Ntu – supaya namanya tak di catut orang lagi- mengirim email ke mailing list klub Toastmaster kami. Isi emailnya, dia bercerita kalau dia lagi ada di Inggris untuk suatu urusan kerjaan, merana sendiri kehilangan dompet dan dokumen.  Dia berniat pinjam duit dari temen temen yang menerima emailnya. Emailnya sopan sekali, mirip sama karakternya si Bapak Ntu.
 Nah karena saya juga pernah punya pengalaman ketinggalan dompet, passport dan document di Houston sementara saya baru sadar sewaktu sudah tiba di New York, saya merasa senasib dengan Pak Ntu.  Kasihan dong, kalau saya bisa membantu, kenapa enggak.   

Dengan manis dan penuh simpati, saya balas emailnya dan menyarankan dia menghubungi embassy atau konjen, juga polisi setempat. Di akhir email, saya menyanggupi buat bantu, dan bahwa saya bisa meminjamkan sedikit. Selebihnya dia mesti cari sendiri.

Besok harinya, email saya di balas, dan Pak Ntu  meminta saya kirim duit pinjaman yang dijanjikan.  Nah sewaktu melihat alamat bank transfernya kok gak sreg ya.  Saya jadi  curiga.  Teringat nomer  hp-nya, saya  kirim sms ke pak Ntu.  Saya enggak tanya tentang terdamparnya dia di Inggris, cuma tanya apa kabarnya, jarang datang ke toastmasters, lagi dimana? Eh dia balas sms dan bilang dia sedang di Balik Papan.  Jadi ternyata orang yang di Inggris ngaku Pak Ntu  sebenarnya penipu!

Makanya sekarang mesti hati hati, penipuan tambah banyak, lokal maupun international. Kalau ada yang ujug ujug minta atau pinjem uang, barang berharga, undian, gratisan, dan lain lain yang aneh aneh di cek dulu deh bener enggak nya. Ya?

Pilih Mana?

Ini pesan buat ibu ibu, mbak mbak, nenek nenek, tante tante dan siapa aja perempuan yang naik kereta atau bis dan enggak kebagian kursi, apalagi kalo di kereta ekspress. Jangan berharap para bapak dan lelaki muda perkasa yang kebagian duduk akan rela melepaskan kursinya demi harga diri dan kehormatan. Urusan beginian tak ada hubungannya dengan harga diri dan kejantanan.

Jadi jangan dibikin stress, apalagi sampai ambil pusing dan gerutuan, macam ini ‘ih dasar gak punya perasaan.. lelaki kok gitu..’.’Huh, pura pura tidur lagi…’
Sudah berdiri sepanjang perjalanan, pegel, kenapa buang energi buat gerutuan terhadap para cowok perkasa itu? Mereka itu mahluk dari planet yang beda sama kita para perempuan. Buat mereka logisnya dapet kursi di kendaraan umum dimana mereka bayar karcisnya, ya dipake dong, ngapain di bagi ke orang? Kita tak bisa berharap mereka punya daya sensitivitas publik yang sama dengan kaum kita. Terima aja kenyataan ini dengan lapang dada.

Lagian, dengan berdiri, kita kan bisa nikmatin pemandangan di luar. Kalau ada apa apa bisa lari duluan. Dan yang penting ini (buat seting di kereta atau busway): kalau diminta milih mau yang mana, berdiri dengan bebas mau di sebelah mana aja dengan bonus pemandangan luar, atau duduk di kursi tapi, ya mau gak mau dengan pemandangan tampak depan tubuh lelaki (yang belum tentu ganteng dan klimis bersih) yang sedang berdiri di depan kita. Apalagi kalo cowoknya rada gatel dan maunya berdekat dekat ke muka kita hiiiyyy! Enak di dia gak enak di kita kan?

James Bond Ala Odong Odong

Enaknya naik kereta odong odong adalah murah meriah, dan memang benar benar meriah, rame suara rame suasana dan rame segala rupa orang. Pasar murah dan parade barang apa aja tersedia.  Dan yang paling penting, tempatnya bikin kita bisa berimajinasi jadi James Bond, berdiri dan tiarap di atap kereta, dan bergelantungan dipinggir pintu dengan angin sepoi dari luar bikin rambut riap riap, dan baju berkibar kibar mirip bendera di tiang paling atas. Wow, berasa jantan deh! Nah inilah salah satu hobi lama temen kantor saya yang tak mau disebut namanya. Saban pulang dari kantor, kesempatan naik odong odong jadi kenikmatan tersendiri buat dia. Ngirit, full angin, dan jadi James Bond!

Biasanya dia gak pernah peduli sama yang namanya keselamatan, maklum jantan banget, kuat dan ngerasa gak bakalan jatuh. Orang bilang berdiri deket pintu rawan copet. Hah! Dia tak pernah kecopetan tuh…

Orang bilang, kita bisa kapok melakukan sesuatu kalau sudah kena batunya. Dan ini lah yang terjadi sama temen saya  si James Bo(n)d-ong ini yang akhirnya insyap jadi James Bodong di Odong Odong. Dia bener bener kena batu yang biasanya di timpukin orang iseng dari pinggir rel kereta ke arah kereta. Mungkin biasanya dia bisa nge-les, mirip para jagoan nge-les dari tendangan lawan. Kali ini apes banget buat dia. Kepalanya bocor, dan sempat masuk rumah sakit buat di jahit  dahinya yang bocor itu. Semenjak itu dia berhenti gelantungan di pinggir pintu kereta. Kepalanya lebih berharga dari pada aksi aksian ala jagoan…

Toilet Story: Pengamat Ee

Ok, saya mau ngaku: punya kebiasaan yang bagi sebagian besar orang mungkin jorok. Saya suka memperhatikan dengan seksama ampas kotoran yang keluar dari perut saya, sewaktu pipis dan ‘e’e. Memang sih, enggak sampai mencatat hasilnya di kertas. Tapi saya perhatikan warnanya, bentuknya, banyaknya, teksturnya. Rasanya puas sekali kalau di kotoran itu saya bisa lihat bekas bekas serat dan hijau hijauan, atau warnanya yang bening. Jadwal buang air besar saya biasanya rutin, subuh hari, siang hari sesudah makan, dan malam sebelum tidur. Persis jadwal minum obat, 3 kali sehari, kadang lebih.

Kadang kepuasan mengamati saya terganggu kalau sedang bepergian di tempat umum. Maklum, seringnya toilet umum di Negara saya Indonesia Raya ini banyak peminatnya, sedikit jumlahnya, dan rendah mutu kebersihannya. Tapi di Negara yang toiletnya terlalu responsive seperti Singapore, juga suka bikin kesal. Maklum, kita bergerak sedikit, sensor gerakan di toilet akan mengirim air mengguyur mangkok toilet secara otomatis. Hilanglah kesempatan batin bertatap tatapan dengan sang kotoran. ..

Iya deh, gak apa apa kalau kegiatan ini dianggap menjijikkan, tapi bisa jadi ini kebiasaan yang menguntungkan buat kesehatan kita. Dengan mengamati kotoran sendiri dan perubahannya dari waktu ke waktu, kita bisa tau kondisi kesehatan perut kita. Misalnya air seni yang sehat itu tak berbau, buihnya sedikit, warnanya kuning bening dan cerah seperti jus nanas. Kalau sebaliknya, mungkin kita kurang minum, atau banyak minuman yang mengandung preservatives, atau saringan ginjalnya bermasalah! Tinja yang sehat itu kalau baunya tidak terlalu menyengat, teksturnya indah, bentuknya padat, warnanya muda dan solid. Kalau kebalikannya dari itu, tetapi kita merasa sehat, mungkin makanan berbau seperti duren dan jengkol lah penyebabnya. Kalau warnanya rupa rupa dan banyak potongan sisa makanan, bisa jadi karena kita kurang mengunyah dengan baik. Kalau kotorannya cair, mungkin kita kena diare…

 Jadi mulai sekarang, ayo biasakan mengamati ‘e’e sendiri…(husy! jangan jijik ah!)


Toilet Story: Pahlawan Kita

Bayangkan kita lagi ada di jalan, perut ngadat, siap meledakkan ampas makanan. Sementara tak ada satupun toilet di sekitar kita. Gimana dong? Kalau Anda seperti saya, pasti sudah tak bisa menahannya…pada saat seperti itu, mungkin kita berharap hidup di pertengahan abad 18 di Eropa sebelum technology toilet dikembangkan. Jadi kita bisa bersama sama buang air besar (BAB) di jalan tanpa malu malu, dan tinggalkan saja ampasnya yang bau itu bertebaran di jalan.  Sayangnya ini bukan abad 18, dan kita masih kebelet. Saat seperti itu, baru terasa, toilet adalah pahlawan perut kita. Pahlawan tanpa tanda jasa. Pahlawan yang sering kita jajah, injak injak, dan serahkan nasib kebersihannya kepada orang lain.

Seri toilet stories ini adalah sebagai tribute dan penghargaan kepada toilet yang telah berjasa besar menampung kotoran kita dengan senang hati, yang membantu jaga kesehatan perut kita, dan kesehatan bangsa kita. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai toiletnya. Bukankah kita bangsa yang besar?

Jadi, nikmati toilet stories disini sembari mengejan di toilet hmmmhhghh! Duuttt! Sroottt! Plung! Ahhhh! (leganya…)


Wednesday, March 21, 2012

Tangan dan Kuman

Yang biasanya suka meper (mengelapkan tangan), atau menyenderkan badan di sembarang tempat umum, mestinya sekarang lebih hati hati. Mendingan di lap-in ke baju kita sendiri deh, lebih aman dan higienis (kalo pas lagi gak ada tissue, atau gak mampu beli) dari pada kayak yang saya liat pagi ini di stasion kereta. Disitu ada tiang pancang yang cukup lebar diameternya. Kasihan banget ngelihat tiang itu  jadi sasaran peperan  (pengelapan) segala rupa. 

Beberapa tukang telor asin yang baru aja menunaikan hajat di pojokan tembok, langsung mampir buat nge-lap tangannya yang bekas pipis ke tiang. Gak lama kemudian, mas mas berkumis baru aja ‘breeett’ melempar ingusnya ke udara dengan gaya. Tangannya mengusap sisa ingus di kumisnya, dan sambil lalu dia nge-lap tangannya ke tiang pancang, yang kalo aja punya muka dan bisa nangis, pasti udah nangis Bombay.

Hiii! Untung saya gak jadi menyenderkan badan di situ, sewaktu menunggu kereta datang. Itu baru yang keliatan sama mata. Berapa banyak tangan jahil yang mengusap segala jenis kotorannya dari upil, keringet, daki, sampe bekas pipis, ke tembok atau tiang di tempat umum? Dan berapa sering kita pegangan, senderan, di tembok, tiang, pager, di tempat umum? Mungkin agak susah menghindar, soalnya kita gak selalu inget kuman dan kotoran itu. Mungkin ada baiknya cuci tangan sesering mungkin, terutama kalo baru aja abis pegang pegangan sarana umum.   Cara cuci tangan yang baik dan benar dan gunanya cuci tangan  bisa lihat disini :  http://news.health.com/2009/01/02/protect-yourself-wash-germs-away/

Tersedak Kolak

Umur memang tak bisa ditawar.  Tapi berhati hati seharusnya juga tak bisa ditawar demi kesehatan dan keselamatan kita.  Kadang sesuatu yang kelihatannya tak mungkin melukai atau membahayakan buat kita, malah menjadi pembunuh yang poten. 

Siapa sangka kalau kolak pisang yang enak gurih manis itu bakalan jadi perantara orang berangkat ke akhirat. Pasalnya, pisang itu salah masuk menutupi jalan nafas.  Dan orang terdekat yang ada disitu tak mampu memberikan pertolongan pertama Heimlich untuk membantu membuka jalan nafasnya.

Padahal 4 menit pertama yang kritis kayak gini bisa jadi golden time untuk menolong hidup orang. Makanya, jangan segan meluangkan waktu buat belajar first aid, Heimlich, emergency response. Nilai tambahnya belajar ginian bisa lebih gede daripada belajar naik motor atau nyetir mobil. Anda bisa menyelamatkan nyawa!  Apa itu Heimlich? First aid? Bisa liat disini: http://www.ehow.com/how_14949_heimlich-maneuver.html

http://www.bbc.co.uk/health/treatments/first_aid/procedures/chokingadultandchild.shtml

Perokok Gelo

Jika Anda  perokok, besar kemungkinan  Anda akan defensive membaca cerita ini.  Tak apa.  Anda tak harus menyukai apapun yang Anda baca bukan?  Ini cerita terjadi di sebuah kolam renang di  salah satu komplek villa sewaan dekat Taman Safari, Bogor. 
 Seorang Bapak muda  berbadan subur sedang bersiap melompat ke kolam, tetapi dia tak jadi melakukannya.  Pasalnya dia melihat istri dan anaknya mendatangi area kolam.  Anaknya montok dan lucu mungkin berusia sekitar 7  bulan.  Dia mendekati keluarganya dan duduk bersama mereka di pinggir kolam.

Entah mendadak stress karena ada istrinya, atau tiba tiba kerasukan setan rokok,  tiba tiba dia mengeluarkan rokoknya, menyalakan, menikmati dan menghembuskan asapnya ke istri dan anaknya sembari bercanda dengan mereka.  Duh!  Kasihan banget sih istri dan anaknya disemprot asap racun begitu.

 Kalau istrinya menerima asap rokok itu dengan bahagia saja, dikarenakan cintanya yang mendalam pada sang suami, ok lah.  Siapa yang bisa melarang?  Tetapi mengepulkan asap rokok ke bayi?  Cuma perokok gelo yang bisa melakukannya.  Nggak fair dong buat sang anak.  Dia belum bisa bicara dan protes.  Dia belum punya kuasa untuk menolak!  Dan kalau saya  jadi istrinya, sudah pasti saya akan mencak mencak dan kalo perlu gaplok sekalian, hahaha!

Sayang sekali banyak bentuk abusive yang halus, kurang kelihatan tapi besar dampak negatifnya yang terjadi dalam keluarga, utamanya yang dilakukan orangtua terhadap anaknya.  Kalo Anda  jadi istri punya  suami seenak enak kelakuan kayak gini yang tidak menghargai hak   Anda dan hak anak Anda, seharusnya tak  perlu takut buat buka mulut.  Itu sudah jadi hak Anda!

Tuesday, March 13, 2012

Pak Serobot

Setting: Takashimaya Department Store, Singapore, antrian beli kacang kacangan yang harga sekilonya rata rata berlipat lipat dari harga beras.

Biarpun saya (belum) kaya, boleh dong nyobain makanan mahal dan sehat kayak gini, dikit aja kok, Saya bergumam di depan konter kacang kacangan di Takashimaya. Di depan saya udah ada 2 orang yang juga sedang antri. Dengan manisnya saya ngantri di belakang seorang cowok ganteng sebaya saya, berkebangsaan Jepang. Tiba tiba, tanpa ba-bi-bu seorang bapak langsung ke konter dan menyerobot antrian. Saya dan cowok itu berpandangan, dan tak tahan dengan kelakuan sembrono serobotan itu, saya nyindir si Bapak ‘serobot’ itu dengan ngomong cukup keras ke arah si Jepang, ‘Aren’t you in the queue? – elo lagi antri kan?’ Si Jepang senyum dengan manisnya dan mengangguk.

Ya, rupanya Pak Serobot ini kupingnya cukup tambeng. Dia cuek saja. Kami berdua akhirnya menunggu Pak Serobot yang tanpa rasa bersalah sedang dilayani. Dia senyum senyum senang karena penghematan waktu tunggu dengan menyerobot antrian.

Dalam hati, saya bertaruh si bapak serobot ini pasti bangsa sendiri. Soalnya urusan kayak gini udah jadi budaya di negeriku Indonesia tercinta. Terus terang saat itu saya berharap si Jepang enggak ngira ngira kalo saya sebangsa setanah air sama bapak serobot itu (sorry bukan saat nya patriotic kalo begini).

Horee! Tebakan saya betul! Tuh bener kan? Di belakang sang Bapak, ada anggota keluarganya yang ngajak ngomong dia dalam bahasa Indonesia. Sial, malu maluin martabat bangsa aja…

Antri

Gampang banget deh ngenalin sodara sebangsa setanah air sendiri di negeri orang. Liat aja siapa siapa yang kelakuannya seenak udel di antrian, nah kemungkinan besar dia orang bangsa sendiri. Enggak peduli pendidikan tinggi, penampilan necis, professional, wangi, barang yang di pake brand premium semua, tapi kelakuan bias aja teteup norak! Dasar orang kita, kalo namanya antri, ilmu yang di pake ya ilmu kudu, “kudu saya duluan”.

Suatu sore di Mandarin Emeritus, Singapore, sewaktu antri menunggu check out.  Di antrian baru cuma saya duluan. Di meja receptionnya ada satu orang. Emang dasar lemot juga sih reception nya, dan kebetulan yang lagi di layanin orang Indonesia juga di depan saya. Maklum, Mandarin Emeritus ini emang salah satu tempat favoritnya orang Indonesia kalau nginep di Singapore. Anyway, urusannya di meja reseption itu lamaaaa banget, sampe sampe saya curiga ini bapak lagi ngecengin sang receptionist kali ya.

Lima belas menit nunggu, tiba tiba bapak lain, berjas, necis main seruduk ngantri, di depan saya. (Biasa antri raskin kali ya?). Saya coba nahan diri dan cuekin aja dia begitu. Dalam hati saya nebak: ‘lah, pasti bangsa sendiri nih, penyakit turunan, ngantri gak mau tertib’. Kalo ama yang begini, saya jadi pasang muka kenceng, dan secepatnya saya lihat meja check out kosong, saya memotong jalannya si Bapak Anti Antri,  sebelum disela lagi, dengan gagah berani saya bilang, ‘I have been in this queue longer than you …(gue udah ngantri lama-an tau!’). Tuh bener kan bangsa sendiri, dia bilang: “mau check-in ya mbak…”. Hahaha!