Sunday, November 29, 2009

Solusi Instan? Bener Nih?

Tulisan yang sama dimuat disini: http://community.kompas.com/read/artikel/2431

Mi instan? Sedap!… Kopi instan? Hmm mantap! Tapi kalau Anda punya masalah, apakah ada jalan keluar yang instan? Saya ragu deh. Tapi seorang saudara dari teman saya ini percaya, ada jalan keluar yang instan (meskipun kalau di pikir dengan akal sehat, sebenernya juga bukan instan lah).

Sebut saja namanya Gadis. Dia bekerja di sebuah bank swasta. Pekerjaan sehari-harinya termasuk memindahkan uang dari satu tempat ke tempat lain dan membuat laporannya. Di akhir hari, dia harus memastikan bahwa laporan neraca dan keuangannya seimbang. Uang yang keluar harus seimbang dengan yang masuk. Tidak ada document yang terselip, tidak ada uang yang hilang. Sejauh ini, dia melakukannya dengan baik. Gampang banget, yang penting jujur, pikirnya. Sampai suatuketika…uang sejumlah 30 juta raib dari mejanya. Tak ada bukti uang keluar. Tak ada dokument yang mendukung, tak ada sisa sisa bau 30 juta itu di sekitar ruang kerjanya.

“Ya ampun, kemana ya? Perasaan udah aku cek di mana mana, dan aku enggak korup deh. Wah apa kata orang nih, apalagi boss ku! Pasti aku di tuding tidak becus kerja dan enggak bisa di percaya. Sebaiknya aku tunda laporan dulu deh siapa tahu ada jalan keluar beberapa hari lagi …” pikir Gadis ini bingung, dan kesal.
Begitulah. Beberapa hari si Gadis murung dan muram. Belum juga ketahuan kemana lari nya uang itu. Tergoda juga dia untuk nomboki dari kantong nya sendiri. Dia berhitung hitung, dengan bantuan tokek di dinding, to..kek…ganti, to…kek… enggak, to..kek… ganti. Tapi, uang sekian banyak memangnya segampang mencabut bulu ketiak. Cabut bulu saja, kalau tak hati hati sakit lah…apalagi cabut duit dari rekening bank untuk nomboki kehilangan, bisa sakit lah hati ini…

Setelah dua hari tanpa jalan keluar, akhirnya dia menyerah, dan berpikir untuk mencari jalan keluar instan yang dipikirnya paling gampang dan aman. Dia pergi menemui seorang pintar, yang dianggap bisa membaca dan melihat diluar batas baca buku dan lihat lihat belanjaan…Dia pergi ke Ki Dukun, bukan Dik Dukun seperti Ponari.

Tentu saja, mana ada dukun yang katanya tidak punya kemampuan supra natural. Kalo begitu bukan dukun namanya. Baiklah, Ki Dukun bisa membantu memberitahu kemana perginya uang itu. Kalau dicuri, dia akan memberi tahu siapa sang pencuri nya. Hanya saja, dia tidak bisa mengucapkannya langsung dari mulutnya sendiri. Jadi Si Gadis harus membawa seorang wanita tua ke tempat prakteknya Ki Dukun. Melalui perantaranya, sang wanita tua akan bisa melihat apa yang terjadi sekali longok ke dalam tempayan butut berisi air di ruang praktek yang rada suram dan seram itu.

Si Gadis sangat optimis dia akan bisa menemukan, atau setidaknya tahu apa yang terjadi dengan uangnya lewat kesaktian sang Dukun. Dan uang 30 juta sebagai motivasi, jelas membuatnya hilang akal sehat. Dengan bujuk rayu, dia sanggup membawa neneknya yang sudah mulai rabun untuk pergi ke tempat si Aki. Sialnya, seberapapun sang nenek berusaha melongok ke dalam tempayan berisi air itu, dia tak mampu melihat apapun selain riak riak air dan dasar tempayan yang berdaki itu. Yah, apalagi dengan matanya yang rabun senja begitu…

Aki Dukun dengan yakinnya menyatakan bahwa si nenek tak bisa melihat apa yang terjadi di air disebabkan karena kurang bersihnya hati si nenek. (Kurang ajar juga ya sang Aki, menghina nenek-nenek..). Si Gadis hanya bisa pasrah dan mendongkol neneknya dihina sedemikian rupa. Maklum, dia masih membutuhkan dukun itu.

Akhirnya sang Dukun meminta seorang anak kecil yang secara kebetulan tiba tiba ada disana, seperti sudah di rencanakan saja. Tak seorangpun tahu siapa anak kecil itu. Mungkin dia bagian dari rencana rahasia sang dukun. Akhirnya si anak kecil ini pun melongok ke dalam tempayan dan mulai bercerita:
“aku lihat bapak bapak, sebaya dengan mbak. Pakai baju biru. Sedang jongkok dekat meja dan kursi, kayaknya di kantor deh. Dia sedang pegang duit…”.

Kembalilah si Gadis dari sarang dukun dengan keyakinan penuh bahwa seseorang di kantornya telah mencuri uang yang raib itu. Dan ciri-ciri yang diberikan sepertinya cocok dengan seorang teman kerja di kantor yang sudah lama tak di sukainya, sebut saja namanya Djoko. Jangan-jangan… Tapi tentu saja tak mudah menuduh tanpa dasar.

Ah memang mulut ini tak ada resletingnya, jadi gampang sekali terbuka. Tanpa buang waktu dia ceritakan kecurigaannya kepada teman baiknya di kantor. “Tapi jangan cerita cerita lagi lho” pesan sponsornya kepada temannya itu. Nah! Siapa bilang rahasia itu rahasia? Dengan cepat berita menyebar bahwa Djoko telah menilap uang 30 juta dari meja Gadis. Dengan cepat pula Djoko mendapatkan berita burung itu.

Sebagai seorang cowok yang gentleman di hampirinya Gadis untuk meminta dan memberi penjelasan perihal berita burung pencurian uang, dimana dirinya di tuduh sebagai biang keladi nya. Percekcokan pun tak bisa terhindarkan. Entah siapa yang betul dan yang salah. Ditengah seru serunya perdebatan mulut itu, masuklah sang Boss dengan gagah perkasa ke ruang kerja Gadis.

“Ada apa ini…?” tanyanya.
“Ah enggak Pak, biasa …” keduanya sungkan dan enggan menjawab dengan baik dan benar. Dengan serempak mereka mengendorkan urat marah di wajah.
“Oh ya sudah. Gadis, saya cuma mau kembalikan document ini. Bukti expenditure perusahaan sejumlah 30 juta rupiah yang lupa kamu bawa, tertinggal di meja saya beberapa hari lalu. Kamu sih ‘slordig’…” katanya dengan santai ngeloyor dari ruangan.

“HAH?” Gadis melongo, lega, kesal dan malu tidak mampu bicara apapun. Dalam hatinya dia memaki, dasar dukun sontoloyo…

Kapokkah Gadis pergi ke dukun untuk mendapatkan jawaban instan dari masalahnya? Enggak tuh! Kalo butuh ya pergi lagi dong, pantang menyerah, siapa tahu dukunnya waktu itu memang lagi pusing banyak pikiran. Siapa tahu lain kali manjur?! ***

No comments: