Tulisan yang sama ada di: http://community.kompas.com/read/artikel/2513
Leher saya hampir saja tercekik karena kaget ketika tetangga teman memperkenalkan Petunia, layaknya memperkenalkan anggota keluarga. Si Ibu yang memperkenalkan Petunia bilang kalau dia ‘cute’. Saya sendiri masih tertegun tegun menyadari kalau nama cantik bunga asal Amerika Selatan itu, Petunia, sungguh terlalu cantik untuk babi Vietnam tambun yang jelek dan hitam itu (ah saya juga hitam kok, tapi tidak jelek hehe).
Petunia hidup di dunia yang berbeda yang tak kan pernah terbayangkan oleh kawan kawan babi nya di Vietnam sana. Sebagai bagian dari keluarga tetangga teman saya di Amerika Utara, dia tak perlu khawatir akan diubah menjadi bacon yang lezat untuk sarapan pagi ala Western.
Petunia adalah salah satu fenomena aneh yang saya jumpai pertama kali saya bersinggungan secara intim dengan budaya Barat. Banyak saya jumpai orang orang yang mencintai dan merawat hewan peliharaannya dengan cara luar biasa. Begitu luarbiasanya mereka punya pesta ulang tahun, kunjungan ke dokter, leha leha di salon… Begitu luarbiasanya, biaya makanan dan perawatan mereka per bulannya bisa setara dengan pemasukan upah buruh Indonesia. Mainan mereka jauh lebih banyak dan mahal dibandingkan mainan kuda kudaan anak desa Indonesia yang cuma dari pelepah pisang. Pendeknya, hidup itu nikmaat untuk para hewan peliharaan ini…
Lihatlah para pesohor Hollywood yang kemana mana sering membawa anjing nya, baik di keranjang, digendong seperti bayi, maupun di ajak berjalan jalan. Banyak dari sahabat berkaki empat ini memakai pakaian (baju, topi, jaket, kalung) setrendy sang empunya. Saya rasa kalau mereka bisa bicara, mereka akan menjerit. ‘Dasar manusia! Tak punya perikebinatangan. Masak aku sudah punya bulu tebal masih harus berjaket sih…’
Di salah satu saluran TV international, ada salah satu program untuk menguji coba bagaimana hewan peliharaan dapat membantu orang connected dengan orang lain. Pria dalam eksperiment ini merasa tidak menarik dan kurang percaya diri. Produser TV memberinya anjing yang ganteng untuk jalan jalan sepanjang pantai California yang ramai dengan cewek cewek seksi dan cantik. Seperti diharapkan, banyak cewek yang memandangnya dengan tatapan kagum. Well, sebenernya sih tatapan kagum itu lebih ke anjing yang ganteng itu. Tapi hal ini menumbuhkan rasa percaya diri cowok kita ini.
Beberapa cewek yang rada agresif, juga sempat teriak padanya. “I will marry you for the dog!” Wah rasa terbang ke langit deh! Para cewek ini mungkin merasa, kalau seorang pria begitu telaten mengurus hewan peliharaan, seperti pria dengan anjing ini, pastinya dia juga akan sabar dan telaten mengurus kita kita, istri, pacar atau tema mereka…Lucu ya, peran mak comblang sekarang bisa dilakukan oleh hewan peliharaan.
Cerita yang berbeda tentang rasa cinta kita terhadap peliharaan di-ilustrasikan di sebuah acara berita TV setempat. Seorang gadis yang hidungnya sempat dikunyah oleh anjing bulldog peliharaannya sendiri, ditanya oleh reporter. Jawabannya singkat, padat dan jelas. Anjing itu tak bersalah. Dia mungkin sedang melatih hak dan nalurinya sebagai binatang buas. ‘Saya tidak marah, dan masih sayang…’ ujarnya. Wow! Indahnya rasa cinta yang memaafkan.
Selain merekat persahabatan dan percintaan, hewan peliharaan bisa juga memisahkan kita dari koneksi dengan orang tercinta kita. Banyak contohnya. Salah satunya saya. Ini kejadian bertahun silam. Putus cinta gara gara kucing. Sebenernya sih, tidak secara langsung disebabkan hewan peliharaan, tapi karena opini saya yang tertulis di majalah internal kampus, Asia Ink.
Dalam tulisan itu, saya menyatakan opini sepihak bahwa banyak dari orang Barat yang memberikan kasih sayang dan atensi berlebihan terhadap hewan peliharaannya. Sesuatu hilang dari hidup mereka, rasa percaya, persahabatan dan hubungan sesama. Mereka bisa lebih kesal karena seorang teman memecahkan gelas anggur di pesta mereka tetapi merasa terhibur dengan anjing dan kucing yang asyik menggaruk garuk sofa kulit Italia mereka yang mahal itu.
Salah satu opini saya yang heboh adalah kenyataan semu di mata saya bahwa banyak orang Barat yang hidup memisahkan diri dari komunitasnya, dari sesama manusia. Tidak tahu siapa tetangga sebelah. Gampang curiga bila seseorang asing mendekati mereka di jalan. Kini mereka mengganti apa yang hilang dari hidup mereka dengan kawan istimewa, mahluk mahluk lucu dan seram yang tak kan curang, tak menipu, jujur dan super setia.
Nah, opini sepihak saya di majalah kampus itu, akhirnya jatuh ke tangan beberapa teman bule saya yang kecewa dengan pandangan sempit saya. Yang paling parah, berita ini jatuh ke tangan pacar saya waktu itu, yang adalah seorang pilot, bukan mahasiswa. Dia kebetulan punya sepasang kucing Persia yang lucu. Dengan ringannya, di putuskannya hubungan percintaan kami. Dia pikir saya tak dapat di percaya. Dia pikir, rasa sayang saya pada Ruby dan Flo, sang kucing itu, adalah aksi pura pura. Biarpun tidak terbukti. Biarpun sewaktu dia pergi ke luar negeri sebulan, sayalah yang mengurus buah hati nya itu, dan mereka sehat sehat. Saat itu saya berharap para kucing itu bisa membantu membela diri saya…apa daya mereka tak bisa sembarang bicara. Meooongg…
Baiklah, itu kan kesan pertama saya berinteraksi dan hidup di dunia yang berbeda, jadi wajar dong kalau sedikit mengejutkan buat saya. Sekarang saya akan coba lebih adil memandang. Tidak semua orang Barat hidup teralienasi dari komunitasnya. Bahkan bisa terjadi orang kita sendiri lebih lebih mengasingkan diri dari lingkungannya. Tergantung banyak faktor seperti kelompok budaya, siapa kita, tingkat sosial ekonomi kita dan di mana kita tinggal.
Kalau mau jujur cara Barat dan cara orang kita, Indonesia, memperlakukan tetangga, bersosialisasi dengan sekitar, juga tak jauh beda. Dan cara kita memperlakukan hewan peliharaan sebagai sahabat, juga setali tiga uang. Konon banyak orang yang perlakukan peliharaannya seperti anjing, kucing, burung (ini burung beneran lho!) secara super istimewa, dimandikan, dirawat, dielus-elus, dan diberi makan mahal. Bahkan banyak pula dari kita yang saking sayangnya dengan kawan istimewa ini, melupakan hak keluarga dan hak sosial orang orang di sekeliling kita.
Untuk saya sendiri, kenyataan baru sungguh mengejutkan, tulisan saya di Asia Ink itu seolah berbalik arah. Karma. Kini saya adalah pemelihara hewan berkaki empat yang lucu yang biaya makan dan dokternya bahkan melebihi uang SPP anak sendiri. Yang ongkos groomingnya lebih mahal dari ongkos creambath kepala saya di salon. Nah Lho! Tau rasa deh. Karena itulah saya bertekad mencari keseimbangan sembari mengurangi rasa bersalah telah membiayai kucing, padahal saya mampu membantu biaya sekolah anak tetangga dan kerabat. Mungkin pula karena selfish dan malu hati, jadi salah satu cara membayarnya yah bertekad mengalokasikan biaya bukan hanya untuk miss pet, tapi juga untuk anak anak tak mampu di sekitar saya.
No comments:
Post a Comment