Friday, August 24, 2012

Refleksi Ramadhan: Cape Deh!

Tau satu bait lagu yang pernah ngetop bertahun lalu:  ’too much love will kill you…’ di refleksi bulan puasa yang baru lewat ini saya akan ganti jadi “too much of everything will kill you… “ Kebanyakan segala sesuatu nya bisa bikin ko-it!  Berfikir balik ramadhan tahun ini kok kayaknya tambah berat saja.  Bukan berat puasanya, tapi berat gandulannya.  Seperti orang yang berjalan terseret seret karena ada beban berat yang menggandulinya.  Begitulah yang saya rasa. 
 
Beban berat gandulan apa aja?
 
Gandulan pertama: Komersialisasi Ramadhan

 Coba inget inget deh, bulan puasa sebulan lalu.  Mulai aja belum, segala macam harga udah naik, atau udah rencana mau naik.  Iklan ucapan selamat Ramadhan, bulan suci, dan lainnya bertebaran dimana-mana, dari spanduk para caleg yang sebenernya sedang mengiklankan diri, sampai iklan produk yang seolah olah sedang mengucapkan selamat beribadah puasa, tapi sebenernya menjual produk mereka.  Mirip serigala berbulu domba. 

 Bukan cuma itu, lihat saja diri kita, puasa sih puasa, tapi ajakan untuk berkonsumerisme tinggi, juga  kita terima dengan semangat sekali.  Berkedok lebaran sale, bonus lebaran, hadiah bulan puasa, dan sejenisnya, kita diajak berlomba lomba belanja, mengkonsumsi lebih banyak lagi, enggak penting perlu atau tidaknya barang tersebut.  Berani nolak?  Ah pelit amat.  Kan ada bonus lebaran dari tempat kerja?

 
Puasanya aja baru di mulai, orang sudah banyak berpikir menjahit baju, pergi ke butik, kumpulin kue kue buat lebaran, mendandani rumah biar tak malu maluin kalau orang dating bertamu.  Mukena baru, alqur’an baru, sajadah baru, kerudung dan baju mesti baru, sandalnya juga dong.  tapi ayo kita Tanya diri kita, apakah jiwa dan semangat Ramadhan kita baru juga?  Lha, terus puasanya gimana? Capek deh!

 Gandulan kedua: Amplop/Hadiah Lebaran

Memangnya tujuan puasa itu apa sih?  Menurut saya sih buat mensucikan diri lahir dan batin, dan meningkatkan kadar solidaritas sosial terhadap sesama, terutama berbagi untuk yang berkekurangan.  Tapi lihat deh, banyak dari kita yang kadar solidaritasnya salah kaprah.  Contohnya amplop/parcel/hadiah lebaran.

 
Bagi yang merasakan ibadah bulan puasa, memikirkan amplop lebaran bisa sangat memusingkan.  Puasa juga baru mulai, tapi kita sering sudah pikir ke depan, dan mulai bikin daftar berapa banyak jatah amplop lebaran yang harus diberikan, dan untuk siapa aja ya? Parcel apa yang musti di beli, yang paling bagus buat client yang mana ya?

 
Buat yang pribadi, udah jauh jauh hari bikin list daftar jatah amplop/hadiah lebaran yang dibuat: ibu, bapak, kakak, adik, keponakan, sepupu, tukang ojek langganan, tukang koran, tukang sampah, paman-bibi, hansip, security, pembantu, tukang sayur langganan, anak kecilnya tetangga, tak lupa pula buat anak yatim dan yang tak mampu... nah ada yang terlupa gak ya?  Beberapa tahun ini, daftar penerima amplop saya udah berubah, saya cuma kasih sama yang membutuhkan aja, seperti pembantu, tukang ojek, anak yatim.  Saudara dan kerabat enggak perlu lagi kali ya!  Kan mereka tak perlu perlu sangat, cuma tradisi aja kok.  Gak apa, di-cap pelit juga.  Saya cuma pingin mengurangi budaya amplop amplopan yang gak perlu.

 
Di hitung hitung, bonus lebaran dari kantor, memang tugasnya cuma buat mampir sebentar di tangan hehehe...Jangan pernah mikir mau mangkir dari tugas menjadi santa klaus di penghujung bulan puasa...(Tradisi memberi memang bagus buat dilestarikan.  Sayangnya tradisi memberi dihari lebaran lebih dikarenakan gengsi, status, dan nggak enak hati takut dikatain pelit,  bukan selayaknya memberi bantuan yang tepat, pada saat yang tepat dan orang yang tepat ).

 
Gandulan ketiga: Urusan Perut

Mentang mentang puasa, kebanyakan dari kita merasa berbuka puasa makanannya harus istimewa, sahurnya pun begitu.  Segala jenis makanan yang biasanya jarang ditemui kalau tidak di bulan Ramadhan, tiba tiba bermunculan.  Siap memuaskan dahaga mata dan dahaga perut.  Pesta perut dan mulut terjadi di waktu waktu makan yang aneh..(contohnya biar bisa makannya lebih puas, mulai ngemil jam 2 malam!)  Lah, katanya detox racun di badan semasa puasa?  Cape deh!

 
Gandulan ke-empat: kehilangan rasa khidmat dan khusuk justru karena tambah banyaknya kebisingan.  Petasan sahut sahutan dari magrib sampai subuh.  Beduk, tong, ngamen keliling sudah mulai dari jam 1 dan jam 2 malam untuk bangunin orang.   .Bukan harga barang barang saja,  sound system mesjid di kampung saya setiap tahunnya juga naik volume nya.  Bertambah keras saja. 

 
Saking sibuknya mikirin yang kayak gini, kita lupa esensi dari kegiatan Ramadhan.  Inikah makna Ramadhan?  Saya rasa bukan.  Lha, terus puasanya gimana? Cuma dapat lapar dan haus?  Huh Capek deh!  ***

Thursday, August 23, 2012

Doa = Proposal


Supir taxi itu meminta waktu sebentar sewaktu akan membawa saya dari hotel Dusit Thani, di Pattaya ke airport di Bangkok.  Saya agak tercengang, minta waktu untuk apa? Dengan bahasa Inggris patah patah, dia bilang ingin berdoa dulu, supaya perjalanan selamat, dan rejekinya berkah.  Mesin mobil mati, saya lihat dia menangkupkan tangan, dan mulai melafalkan doa. Wow! 

Pembaca yang baik hati,
Seberapa serius/fokus kah kita manakala berdoa?  Mungkin Cuma ketika di tempat ibadah, atau setelah beribadah dan ketika kita menghadapi krisis.  Selebihnya?  Bagaimanakah kita berdoa?  Sekedarnya? Sambil lalu saja? (hmm, pasti ada yang protes ‘kita?’, ah kamu aja ‘kali…)


Pak Supir taxi Thailand itu memberikan tamparan virtualnya buat saya berdoa apa adanya, mengucap dengan nama Allah, kadang sambil lalu saja.  Sudah kebiasaan.  Sudah menjadi mekanik, tak berjiwa seperti robot saja.    Sepertinya tidak bersungguh sungguh.

Menurut saya, doa itu sifatnya hampir mirip proposal.  Bisa secara tertulis bisa juga non-verbal ketika mengajukannya.  Proposal seperti apa yang biasanya berhasil diterima?  Proposal dengan kesungguhan bukan ogah-ogahan ketika memintanya, proposal yang melibatkan usaha dari kedua pihak, peminta dan pihak yang bersetuju supaya bisa terwujud. 

Nah,  kalau proposal yang sungguh sungguh aja  belum tentu diterima, masa’ sih mengharap doa yang seadanya tanpa usaha diterima begitu aja?  Kita ini memang selfish ya!  ***
 
 
 

 

Tuesday, August 21, 2012

Gila IPAD


Biarpun Ipad bukan product baru lagi, tapi namanya masih menggema.  Kharismanya masih terasa.  Dan terhadap yang satu ini, kegilaan orang tidak juga berkurang.  Dimana mana tempat umum yang saya datangi, mudah melihat orang menenteng nenteng barang satu ini, meskipun di tempat tempat yang nggak nyambung seperti restoran dan di kolam renang.  Memangnya mau makan atau ngi-pad?  Mau berenang atau mau sambil berenang main ipad? 

Para penggila Ipad benar benar bikin Steve Job tertawa lebar dari tempatnya sekarang beredar.  Steve Job menciptakan agama baru untuk life style, dimana Ipad menjadi kitab sucinya.  Orand dewasa, anak kecil semua mengenalnya dan menentengnya kemanapun mereka pergi.  Kalaupun tak mampu membelinya, paling tidak sudah pernah menyentuhnya di pusat pusat penjualan barang Apple.

Pagi itu di sebuah hotel di Sentosa, Singapura, kegiatan makan pagi berlangsung dengan segarnya.  Buffet makanan tersedia beraneka rasa, warna dan rupa.  Di teras yang menghadap pantai dan kolam renang, suasana meriah.  Dan yang membuatnya istimewa, ada bajing bajing kecil yang berlarian, beberapa burung merak mondar mandir, dan burung burung kecil berkicau memperdengarkan nyanyian pagi mereka.  Ahhh pagi yang indah!  Sampai…

Sampai saya lihat pemandangan yang tak indah di meja seberang depan saya.  Seorang ibu muda  dengan bayinya di stroller disampingnya.  Di mejanya terpampang Ipad  side by side dengan piringnya.  Sembari membuka mulut dan mengunyah, matanya sibuk dan lekat ke layar Ipad nya.  Sebentar sebentar dia tersenyum, dan tangannya dengan ahli berpindah dari piring makan ke layar Ipad.  Sementara sang anak, menatap wajah ibunya, belum mampu berkata-kata, tapi seolah bicara: “Ibu, pandanglah aku…”

Sementara itu, saya makan dengan penuh suka cita menikmati setiap suapan, rasa dan tekstur makanan.  Selain menikmati pemandangan indah disekitar, tepat di depan saya ada pemandangan luar biasa menakjubkan, wajah ganteng anakku J  yang sedang makan juga… Persetan dengan ipad dan segala gadget!  Makan adalah kegiatan istimewa, dan aku bahagia melakukannya bersama!

Di jalan, di pantai, di kolam renang, di restoran, Ipad dan gadget serupa merajalela, merampok esensi khidmat berkegiatan.  Mungkin Steve Job terbahak di atas sana, karena produk kebanggaannya lebih immortal dari dirinya.  Selamat, hidupmu tertambat di IPAD.    

Bagi saya, dengan menenteng nenteng Ipad di mana saja, orang orang itu terlihat stupid.  Maaf saja.

Cerita Mini (CerMin): Suatu Pagi

Dalam kunjungan kerja kali ini, aku menginap di hotel Kempinski, Dubai.  Ritual pagiku adalah sarapan di buffet pagi yang segar, variatif dan eksotis dengan segala jenis makanan di restoran lantai 2 hotel itu.  Setiap pagi, aku datang di waktu yang sama, dan duduk di kursi yang sama, menghadap taman, kubah dan kolam renang indah, yang masih sepi di pagi seperti ini. 

Tiap pagi pula, ada pria ganteng berkharisma, berkulit putih, tinggi, dan berjubah putih, khas Emirati, duduk sendiri ditemani ipad nya. Sama sama sarapan.  Restoran sepi, cuma ada kami.  Berhari hari kami datang di waktu yang sama, dan duduk di spot yang sama, berhadapan walau berjauhan.  Kadang saling mencuri pandang.  Hadoh maak!  Gagahnya, gantengnya, eh Ge-er nya aku. 

Sudah seminggu kami saling menunggu duduk ditempat yang sama, dan saling berpandang dari jauh.  Aku berharap dia akan menyapaku, eh..siapa tau?!  Doaku makbul terkabul.  Di hari ke-tujuh, dia menghampiriku:

“Hi!  How are you?  I feel like I know you already..” 

“Hi juga..” (lupa pake bahasa ‘juga’ saking gugup, ih senyumnya itu lho menohok jantungku – Aku berharap senyumku juga cukup memikat…

“Your face look familiar..” katanya (wah aku mah belum jadi artist Om, gak ngetop!)

“Are you Indonesian?     tanyanya lagi.  (Tuh kan, dia nyari istri orang Indonesia, yuhuuu!  Sorakku dalam hati.)

“eh, Yes, I am”  (hatiku lagi main bedug lebih rame dari malam takbiran)

“Ahh!  No wonder!!” (wajahnya mendadak terang kayak lampu 100 watt)

“Your face reminds me of somebody I know” ….”my Indonesian maid who went home and never come back”

Alamaaakk!!! Mukaku mirip muka pembantunya, katanya.  Aku dah gak dengerin suaranya lagi deh.  Malu nya!  Udah ge-er duluan..***

Saturday, August 18, 2012

Refleksi Ramadhan - Setan diikat?

Di salah satu status fb seorang teman, dia bertanya, katanya bulan ramadhan setan setan di ikat, tapi kenapa kejahatan malah meningkat?  Nah apa jawaban Anda?


Menurut saya, manusia itu bisa lebih setan dari sebenar benarnya setan, dan bisa lebih hewani dari para hewan.  Bisa jadi, ketika setan setan di-ikat, para manusia yang punya bawaan setani merasa tidak tersaingi, dan jadilah dia manusia setan tak tertandingi. 


Tapi apa ya yang membuat mereka  terasuki dan menjadi setan?  Secara sosial, bisa jadi kita juga penyebabnya.  Kita yang mengkondisikan keadaan, membuat mereka menyerah secara agresif terhadap keadaan dengan melakukan kejahatan.  Iklan konsumtif semakin mewabah di bulan puasa.  Dari sandang, pangan, dan lifestyle seperti gadget dan kendaraan.  Pertunjukan kemewahan di layar TV dan berbagai media bertambah parah.  Dan celakanya, kita juga menghormati berlebihan orang orang yang berpangkat tinggi, kaya, wangi, dan wah! 


Masyarakat di kampong berharap anak anak dan keluarga rantauannya pulang membawa berkah mewah untuk dipamerkan dan dibanggakan.  Budaya malu sudah salah tempat, sekarang konsep malu menjadi orang tak jujur sudah pantas masuk museum.  Yang ada, malu dong, lebaran kok bajunya biasa aja (apa kata orang?).  Malu dong, pulang kampong enggak bawa apa apa.  Malu dong kalo ada tamu rumahnya jelek.  Malu dong kalo makanan yang di suguhi sama persis dengan tetangga lainnya…


Saya melihat dan merasakan, yang meningkat di bulan ramadhan di kampong saya  kok bukan ibadah ya, tapi makan enaknya, pemborosan pengeluarannya, parcel parcelnya,  amplop lebarannya, pamernya, petasannya, oh sedihnya!


Apa kiranya upaya kita supaya ramadhan bukan lagi seperti lingkaran setan, mengulang kisah yang sama, setia setiap saat (mirip iklan deodorant), terjebak di ritual dan shows saja?  Saya Cuma bisa berusaha dari diri dulu saja, sembari berdoa semoga tahun berikutnya segalanya lebih berkah.  Siapa tahu ada yang seirama dengan pikiran saya? Yuk berubah!


Selamat Idul Fitri .  Semoga kita punya tekad untuk berubah lebih baik dan berbuat yang terbaik! ***

Thursday, August 16, 2012

Refleksi Ramadhan: Oh Sang Imam!


“Ah gak mau shalat tarawih di masjid A, bacaannya panjang panjang, bosen!” kata anakku.  Komentar seperti ini sering saya dengar dilontarkan anak anak ketika mereka shalat tarawih berjamaah di masjid. 
Kenapa para imam shalat cenderung melantunkan ayat suci yang panjang panjang saat memimpin shalat tarawih berjamaah?   Ini hipotesis saya:

-           Sebagai imam ada kesan harus mampu membaca ayat yang panjang dan yang tak terlalu dikenal orang banyak

-           Semakin sulit dan panjang bacaan, semakin hebat kesannya di mata orang dewasa

-           Bosan membaca ayat ayat pendek yang orang sudah sering dengar

-           Berlatih mengulang ayat ayat yang panjang supaya tidak lupa

-           Anggapan bahwa semakin panjang bacaan –semoga- pahala semakin banyak

Nah untuk para imam shalat yang biasa berpanjang panjang, saya punya permintaan:

1.       Ukurlah lamanya shalat dan ceramah dari kacamata banyak orang, bukan dari kacamata pribadi saja.  Keafdolan dan kekhusukan ibadah tidak berbanding lurus dengan waktu.  Ini sangat subjektif, dan diri sendiri tak bisa dijadikan ukuran untuk orang lain.

2.       Lihatlah sekeliling Anda setiap kali Anda akan memulai memimpin shalat dan pertimbangkan profil jamaah Anda sebelum memutuskan bacaan yang Anda pilih.

a.        malaikat malaikat kecil (baca: anak-anak) yang sedang berlatih mencintai masjid dan shalat tarawih.  Bacaan panjang akan membosankan untuk anak anak, ini adalah hal yang wajar.  Bantulah memberikan pengalaman berada di masjid, shalat tarawih, dan mendengarkan ceramah sebagai pengalaman menyenangkan dan indah.  Anda bertanggung jawab secara moril untuk itu.   

b.        Jamaah ibu ibu muda yang meninggalkan bayi bayinya di rumah.  Beri mereka kesempatan beribadah yang tenang dan indah, dan pada saat yang sama tidak menahan hak waktu dari para bayi untuk berada dalam pelukan ibunya kembali.

c.         Jamaah para manula yang sangat ingin merasakan khidmatnya beribadah berjamaah di masjid.  Fisik mereka mungkin sudah tak terlalu kuat untuk berlama lama berdiri atau rukuk, tetapi mereka tak mau terlihat berbeda dari jamaah lain, dengan shalat duduk.  Beri mereka kesempatan menikmati ibadah shalat dengan khidmat, tanpa diganggu oleh kelelahan fisik yang semestinya bisa dihindari

d.        Orang sakit diantara jamaah yang berdiri di belakang Anda.  Mungkin sedang pusing, sakit gigi, rematik, galau, stress dll.  Jangan bilang orang sakit semestinya di rumah saja.  Bantulah mereka menyembuhkan diri lewat keikutsertaan mereka beribadah bersama.  Jangan siksa fisik mereka secara tidak perlu, dengan berlama lama berdiri dan ruku’ padahal bacaan sudah semestinya selesai.

e.        Orang yang kebelet – mesti harus cepat cepat menunaikan hajat tetapi tak ingin meninggalkan.  Bantulah mereka menyempurnakan dan menyelesaikan shalat mereka, sebelum harus berlari ‘ngibrit’ ke toilet!

Para imam shalat dan penceramah yang dimuliakan Allah, sudah bukan level nya lagi bagi Anda untuk berhitung hitung pahala.  Yang pantas hitung hitungan itu pedagang atau guru matematika.  Lakukan pekerjaan Anda dengan ikhlas dan mempertimbangkan kepentingan dan keadaan orang lain.  Selamat menjadi imam yang hebat! 

Monday, August 13, 2012

Ramadhan, Bulan Jor-Joran?

Selamat datang Ramadhan yang indah, kata banyak orang. Buat saya, setiap Ramadhan selalu menyisakan perasaan galau yang mungkin tidak semestinya. Saya gundah melihat banyak dari kita memaknai Ramadhan seperti layaknya bulan pesta, bulan jor-joran. Lihat saja:

- Semakin banyak biaya belanja dan jumlah daftar belanjaan rumah, belum yang untuk hantaran ke tetangga dan kerabat.

- Waktu buka dan sahur digunakan untuk makan segala rupa sepuasnya, sampai kenyang sekenyangnya, seperti besok mau mati saja.

- Penjual petasan terlihat dimana mana, dan bunyi petasan dan kembang api hampir setiap malam terdengar di setiap sudut kampong.

- pengeras suara di masjid yang jumlahnya ribuan di Jakarta ini berlomba berkeras kerasan setiap saat, siang, malam, sore, dinihari, subuh, memperdengarkan lantunan pengumuman ‘bangun!, sahur!’, dan nyanyian rohani. Semakin ramai. Volume suara sound system ditambah. Belum lagi kelompok orang yang berkeliling dengan tetabuhan dimulai dari jam 2 malam. Karenanya, tantangan yang berat sekali menjadi khidmat, syahdu dan khusuk di bulan ramadhan. Rasanya tradisi pengeras suara ini paling popular di Indonesia saja. Di banyak Negara muslim dan Negara Arab, bunyi azan dan alunan ayat suci dari masjid santun sekali, tidak terlalu keras, dan syahdu enak di kuping, membuat bulu kuduk merinding, dan hati tersentuh kerinduan akan Tuhan. Mungkin di pedesaan pengalaman indah suara khidmat dari masjid masih bisa di dapat.

- Tempat belanja dan mall-mall semakin meriah, makin penuh pengunjung berbelanja, apalagi ada Lebaran sale. (Ahem, jangan kuatir, kan ada tunjangan hari raya)

- Masjid biasanya penuh di awal awal minggu Ramadhan, ibu ibu sibuk mempamerkan mukena dan sajadah baru nya, atau bahkan berniaga antar mereka di sela sela tarawihnya. Anak anak senang dengan keramaiannya.

- “Enaknya makan apa nanti malem ya?” menjadi tema sentral, dan restoran restoran kewalahan dengan padatnya acara pesta buka puasa dan makan malam

- Program siaran TV tambah heboh, dari subuh sampai subuh lagi. Iklan semakin menawan. Sinetron yang katanya rohani dijejali dengan karakter gaya hidup mewah, dengki, benci. Para artist dan actor mengganti dengan pakaian muslim yang kinclong, jreng dan bersinar sinar, membuat banyak para penonton di pelosok sana bermimpi bisa jadi artis dan actor.

- Yang akan pulang kampong, sedang bersiap siap menumpuk oleh oleh untuk dibawa pulang, baju lebaran dan kendaraan apa yang bisa dipamerkan. Banyak yang sudah mulai kredit motor sebulan sebelumnya, supaya bisa dibawa pulang kampong. Setelah lebaran bisa dikembalikan ke dealernya. Rental mobil juga laris manis.

- Pembuatan kue lebaran sudah mulai di rancang, amplop amplop berisi uang untuk anak kecil, keluarga dan handai taulan sudah mulai disisihkan. Malu dan gengsi alasan yang pasti.

- Saat nya juga memikirkan baju dan asesoris baru apa untuk diri dan keluarga. Malu dong kalau tidak kelihatan keren.

Disela sela hiruk pikuk itu, ibadah ramadhan yang sebenarnya berjalan dengan sunyi, dan mungkin seadanya, karena energy kita sudah habis sehabis habisnya untuk persiapan 'pesta' buka puasa, dan lebaran. Ibadah ramadhan menjadi sekedarnya, yang penting puasa. Duh sedihnya….

(Saya berharap, yang saya lihat, amati dan rasakan cuma semu dan subjective, adanya di kampong saya aja. Maafkan bila tidak berkenan. Selamat menikmati Ramadhan, semoga berkah)


Tulisan ini saya pasang di mynote face book saya awal bulan ramadhan kemarin. Dan hari ini, ketika ramadhan hampir berakhir saya baru baca tulisan Ali Mustafa Yaqub, imam besar masjid Istiqlal di Kompas online tentang bergesernya perilaku Ramadhan.  Rasanya baru ini lah saya lihat tulisan di media yang bicara berbeda (self-critics) mengenai ramadhan http://nasional.kompas.com/read/2012/08/13/11545754/Bergesernya.Perilaku.Ramadhan.... Syukurlah ada orang besar yang share the same concerns.  Kayaknya gerakan hidup sederhana mesti dihidupkan kembali ya.