Wednesday, June 16, 2010

Sindrom Cinderella & Berat Badan

Salah seorang teman kerja saya Fitri gadis yang manis dan supel. Sudah dari sononya, dia penganut paham dan penderita Cinderella syndrome yang percaya bahwa kebahagiaan sejati terletak di tangan seorang kesatria berpelindung baja yang akan membawanya ke mahligai perkawinan. Sayangnya sampai saat ini sang ksatria masih sembunyi di langit, dan sementara menunggu, Fitri menyalahkan ukuran tubuhnya yang tidak bisa dibilang langsing sebagai penyebab susahnya mendapatkan jodoh.

Kasus saya lain lagi. Meskipun saya tak gendut gendut amat, empat tahun belakangan ini, selalu mendapat komentar yang sama dari banyak teman “ wah elo sekarang gemuk ya…” Empat tahun, waktu yang lama untuk menambah berat badan dari 48 kg sampai 60 kg sekarang… Semula saya berlagak budeg saja dengan komentar begitu, tapi lama kelamaan terasa juga. Saya jadi minder. Apalagi baju baju trendy di mall kebanyakan dibuat nge-pas buat perempuan perempuan penderita anorexia. Dan bila saya paksakan juga, hasilnya badan saya akan terlihat seperti lontong kekurangan daun dan kebanyakan isi yang berebutan berjejalan keluar. Berat badan ini membuat saya malas bertemu teman teman lama, yang cuma taunya ketika saya masih langsing.

Akui saja, bagi banyak perempuan, kegemukan masih menjadi mimpi buruk termasuk bagi saya sendiri. Ya, maklumlah tambah umur tak bisa dipungkiri biasanya badan tambah melar, yang konon secara alami berguna untuk melindungi tulang belulang yang bertambah rentan . Sebenarnya jika alasan paling utama keresahan dan ketidak nyamanan berat badan adalah kesehatan, tak masalah. Sayangnya, kebanyakan keberatan perempuan karena masalah berat badannya, lebih disebabkan tuntutan sosial, budaya dan industri. Akibatnya rasa malu dan minder kita dimanfaatkan dengan pintar oleh industri dengan iming iming solusi mulai dari pil sekelas koplo, aneka makanan dan jus, alat pijit, sampai konsultan dan dokter...

Terima Apa Adanya
Atas bujukan maut Fitri, salah satu usaha yang saya lakukan untuk turun berat badan adalah pergi ke sebuah klinik terkenal di bilangan Jakarta Selatan, dengan harapan besar hasil cespleng akan tercapai. Pelayanan di tempat ini diberikan dalam beberapa tahap. Antriannya puanjaaaang, dan sebagian besar pasiennya adalah para perempuan gemuk dan kurus. Yang gemuk ingin kurusan. Yag kurus ingin cantikan. Saya harus menunggu di klinik yang nyaman ini selama 2 jam, sampai tiba giliran saya.

Selain obat obatan produksi dokter sendiri, saya menerima suntikan vitamin c di perut yang konon bisa melarutkan lemak yang bandel. Saya rela tubuh dibungkus dengan berlapis plastic wrapper yang biasanya buat membungkus sandwich atau ikan, bahkan dibuat lumpuh sekujur tubuh melalui tombol terhubung listrik dan kabel bercabang cabang macam gurita yang ditempelkan ke perut saya. Dan terakhir resep yang harus diikuti semasa terapi dan ditanggung cespleng adalah makan banyak sayuran, buah buahan, setakar protein ikan atau daging, dan nasi paling banyak 5 sendok sehari. Dan jangan lupa olahraga minimal 3 kali seminggu! Ampun deh! Mau saja pasien seperti saya ini dibodohi. Dengan resep terakhir itu, saya sebetulnya bisa mencapai tujuan langsing tanpa dokter dan perawatan khusus! Tak harus keluar uang pula!

Semenjak itu saya mencoba banyak cara lain untuk langsing, tapi yang paling penting nampaknya bukan kegiatannya atau apa yang dilakukan, tapi semangat dan motivasinya. Satu-satunya keberhasilan program pelangsingan yang pernah saya lakukan adalah sewaktu saya baru putus pacaran. Dengan hilang nafsu makan, dan motivasi dendam manis bahwa saya masih menarik, saya mendaftar di 3 gym yang berbeda, olahraga 3 jam sehari, 6 hari seminggu, hasilnya wah mewah! Sayangnya ini berlangsung setahun saja. Dengan berjalannya waktu, motivasi itu kendor. Apalagi ya? Sakit hati putus cinta sudah hilang. Motivasi jatuh cinta? Belum ada orangnya. Akhirnya, sedikit demi sedikit, lemak menumpuk lagi… saya mulai menerima diri apa adanya. Dan tak berharap banyak ada ksatria berpelindung baja, terlalu banyak saingan cewek cewek cantik dan langsing di luar sana hahaha.

Antitesa Pakem Kecantikan
Pakem kecantikan perempuan yang baku di banyak masyarakat selalu identik dengan badan yang langsing. Tetapi di sebuah Negara bagian barat laut Afrika, Mauritania, standar kecantikan perempuan berlaku terbalik dari standar yang kita semua amini. Filosofi kecantikan wanita disana adalah semakin gede badan seorang perempuan, semakin atraktiflah dia, semakin seksi lah dia, dan semakin besar kemungkinannya mendapatkan jodoh. Perempuan kurus dianggap penyakitan dan calon jauh jodoh.

Karena dorongan ‘jodoh sebagai pencapaian hidup tertinggi’ inilah, banyak orang di pedesaan di Mauritania masih menjalankan budaya force-feeding yang disebut gavage. Para orang tua akan memaksa anak anak gadisnya untuk makan banyak supaya mereka menjadi gemuk dan berkemungkinan besar, cepat dapat jodoh. Budaya gavage ini banyak menyebabkan anak anak gadis mengalami muntah muntah dan sakit. Akhirnya praktek budaya seperti ini dilarang oleh pemerintah, meskipun secara sembunyi sembunyi masyarakat masih saja melakukannya.

Masyarakat di perkotaan disana punya alternative solusi yang nampaknya lebih sophisticated daripada penjejalan makanan secara paksa. Mereka memilih pil gemuk dan obat napsu makan. Sayangnya mereka tak pandang bulu. Banyak dari pil napsu makan itu sebenarnya diperuntukkan buat onta, supaya mereka sehat, gemuk dan bisa digunakan dengan baik. Mungkin pikirnya, kalau pil ini bisa bekerja dengan baik dan membuat para onta itu gemuk, pasti (harap-harap cemas…) bisa juga dipakai buat orang.

Bisa ditebak, cuma produk produk penggemuk saja yang laku keras di Mauritania ini. Tapi feeling saya ini mungkin cuma akan sementara. Tunggu saja jika globalisasi kebudayaan sudah menjajah daerah ini, di dukung kepentingan bisnis dan industri kecantikan, sangat mungkin budaya dan cara pandang mengenai kecantikan akan berubah.

Perempuan Mauritania
Kabar menggembirakannya buat para perempuan di Mauritania, adalah tuntutan dan standar sebaliknya berlaku untuk laki laki. Perempuan diharapkan menjadi gemuk dan dipuja karena kegemukannya. Lelaki diharapkan menjadi kurus, karena kekurusan seorang lelaki adalah daya tarik bagi wanita disana. Para lelaki gemuk, harap minggir! Kalian tak punya tempat istimewa di Mauritania. Para lelaki menghadapi tuntutan sosial dan moral standar kegantengan yang unik. Semakin kurus seorang lelaki semakin menariklah dia, dan semakin tinggilah nilai dan kesempatan berjodoh. Seorang lelaki tegap dan tampan dari Mauritania, berbagi cerita di sebuah talk show terkenal. Dimasa remaja dan dewasanya, dia selalu selalu tinggal di Inggris. Pada saat akan pulang ke Mauritania, dia harus menurunkan berat badan, karena tuntutan sosial. Meskipun berpendidikan dan berwawasan luar yang luas dirinya tetap takluk dengan tuntutan sosial negaranya, dan dengan senang hati melakukannya.

Maka berbahagialah menjadi perempuan Mauritania, jika dia gemuk, karena selain gampang berjodoh dengan lelaki kurus, tak ada tuntutan untuk dirinya menjadi kurus. Bahkan kegemukannya merupakan aset kecantikannya. Terlebih bila perempuan gemuk itu adalah janda. Kedua formula ini gemuk dan janda menjadi daya tarik yang hebat bagi para lelaki disana. Perceraian juga merupakan hal yang perlu disyukuri disana, dan bahkan sama halnya dengan perkawinan, perceraian dirayakan dengan pesta!

Houda seorang gadis Mauritania yang diwawancara Oprah menuturkan sewaktu ditanya, secara fisik, bagian tubuh mana dari seorang perempuan yang paling menarik bagi lelaki di Mauritania? Jawabannya sungguh melegakan buat banyak perempuan…Lelaki disana menyukai stretch mark, (kerut dan tanda yang biasanya terdapat pada orang gemuk dan yang sudah melahirkan), pantat yang besar, dan pergelangan kaki yang tebal dan gemuk. Hayo perempuan gemuk dan janda Indonesia, ada yang berminat pindah kesana? Hahaha!

Epilog
Teman saya Fitri, mungkin masih mencari, merenungi Cinderella Syndrome dan berat badannya. Untuk saya sendiri, sekarang tak terlalu pusing dengan menarik atau tidaknya saya dengan berat badan segini, ataupun komentar mengenai badan saya yang bahenol. Percaya diri yang penuh, bisa membuat saya menarik kok. Dan saya percaya pada kata kata: real woman has curves! Jadi santai saja…***

No comments: