lokasi meditasi di Saranam, Baturiti |
Mengetahui persis bagaimana tipe ibu saya, reaksi ini sudah saya perkirakan. Semula saya ingin bohong, karena tidak mau beliau khawatir dan tak tahu kemana gerangan anaknya ini. Tapi takut ketula, walaupun ‘white lie’ akhirnya saya beranikan diri mengatakan yang sebenarnya. Bukan untuk minta ijin, karena saya perempuan dewasa yang sudah tak perlu ijin orang tua. Tapi memberitahunya karena saya menghormatinya.
Iya, memang saya berniat berbertapa. Tapi bukan untuk mencari semua yang ibu saya khawatirkan. Saya jenuh dengan hidup kota Jakarta yang hiruk pikuk. Saya sedang jenuh dengan hidup saya sebagai kuli perusahaan. (Tapi mau tidak mau, itu sumber piring makan saya, jadi harus tetap dipenuhi.) Rasanya tak adil juga sih kalau saya jenuh dan bekerja asal-asalan seadanya menuruti mood saya. Dan saya kasihan kepada otak dan mulut saya yang bekerja tak henti, nyerocos sana dan sini. Saya ingin liburan yang juga meaningful dan menghasilkan. Maka ikutlah saya tapa brata di Baturiti, Bali, diadakan oleh organisasi Bali Usada.
Sesi Tapa Brata ini dilakukan dalam bahasa Inggris. Lho! Kok bertapa pake bahasa Inggris segala? Yang pertama, peserta butuh arahan panitia, yang dilakukan melalui instruksi verbal berbahasa Inggris. Yang kedua, bukannya mau sok-sok-an tidak cinta bahasa sendiri. Tapi kelas berbahasa Indonesia sudah penuh nuh! Baik yang diadakan di Cisarua maupun di Baturiti. Kelas berbahasa Inggris sebenarnya ditujukan lebih untuk para peserta non-Indonesia, tapi terbuka juga buat peserta lokal.
Apa sih?
Baiklah yang bisa saya ceritakan adalah impresi pengalaman saya ikut serta di program Tapa Brata. Sederhananya, kegiatan ini mengajak peserta untuk berpuasa dari omong, merokok, menulis, membaca, mendengar musik, menonton tivi selama 6 hari. Di sela sela puasa itu, kami bermeditasi, membersihkan sampah sampah hati dan pikiran, olahraga, makan sehat vegetarian, dan belajar fokus, cara bernapas yang betul, belajar cara hidup sehat jiwa, mental dan raga.
Mungkin ada pembaca yang bertanya tanya, emangnya nggak bisa melakukan semua itu tanpa bertapa? Tanpa harus puasa omong dan alat alat komunikasi? Ya, bisa aja sih, kalau orang yang bersangkutan tabah menjalani hidup spartan dikelilingi oleh segala macam godaan email, web, handphone, blackberry, tv, keluarga, pacar, hubungan sex, nge-gosip, senyam senyum sama orang, makan bablas seenak udelnya dewe…siapa sih yang tahan digoda begitu?
Menjauh sekejap dari hiruk pikuk rutinitas dan hidup, dan sebagai gantinya beraktifitas se-sederhana mungkin akan memungkinkan kita mengisi energi. Komputer saja dari waktu ke waktu mesti di de-frag untuk memastikan sistim nya punya cadangan ruang agar bisa bekerja secara efisien. Nah kita juga mesti membersihkan pengalaman pengalaman hidup, terutama yang buruk, supaya masih ada ruang dalam benak kita untuk mencetak mutu hidup yang lebih baik. Hidup yang memaksimalkan fungsi semua panca indera.
Hidup kita sudah terlalu banyak tergantung pada teknologi sehingga sehari saja tanpanya rasanya seperti orang yang kehilangan salah satu anggota tubuhnya. Coba saja lihat, jika koneksi computer atau internet di tempat kerja kita tidak berfungsi di suatu pagi, pasti kita kebingungan mau apa ya? Untuk saya sendiri, sebenernya tak terlalu tergantung pada teknologi seperti laptop ataupun handphone apalagi blackberry. Tapi selalu sulit untuk ketinggalan dari pena, kertas dan buku. Di program inilah saya belajar mendisiplinkan diri untuk itu.
Tempat melakukan tapa brata kami berlokasi di Banjar Pacung, Baturiti, disebuah tempat kecil yang indah namanya Saranam Eco-Resort. Di tempat ini, area kami bermeditasi letaknya di lembah dan hanya untuk grup kami sendiri, jauh dari tamu tamu resort yang lain. Untuk turun ke tempat ini orang bisa berjalan turun melalui tangga setinggi 5 tingkat, atau menggunakan sarana transportasi elevator sederhana, cukup untuk 4 orang tanpa menyentuh satu sama lain.
Teman Intim Bertapa
Siapa saja yang punya niat, berani mencoba, bisa ikutan program ini. Tak perlu persyaratan khusus. Di kelas saya, ada peserta 19 orang, dari berbagai bangsa, Australia, UK, Switzerland, US, Srilanka, Singapore dan 4 orang diantaranya dari Indonesia. Kongga, satu satunya peserta cowok Indonesia mengira saya berasal dari Srilanka. Saya tersanjung juga, karena salah satu peserta yang benar benar dari Srilanka bernama Manjula, berkulit hitam manis, cantik eksotik. Perempuan mana yang tak suka diasosiasikan dengan itu? Begitu juga dengan saya. Bagusnya saya tahu diri. Hitam manis iya dong. Cantik Eksotik? Iya juga sih, dengan catatan kalau mata pemandang wajah saya, bolor…
Para peserta berfoto dengan Master Meditasi Pak Merta Ada |
Kami menginap di bungalow. Tiap bungalow umumnya di-isi oleh 3 orang. Memang sudah diseting begitu, rupanya ada juga tujuannya. Tantangannya adalah conquering comfort zone, keluar dari ruang nyaman kita, mengatur jadwal gentian mandi dan toilet dengan waktu yang sangat terbatas tanpa berkomunikasi baik verbal maupun non verbal. Dan menerima dengan lapang dada kebiasaan teman sekamar yang mungkin mengganggu, misalnya ngorok waktu tidur, atau berjalan mondar mandir ruangan pada saat orang lainnya tidur lelap.
Teman sekamar saya ada dua orang, Cecil dari Switzerland, seorang surfer dan massage therapist, dan Linda, direktur usaha perjalanan menyelam. Linda, di usianya yang matang selalu kelihatan kalem, sementara Cecil, hampir identik dengan namanya, selalu pecicilan. Dia selalu berusaha menggunakan komunikasi non-verbal dengan tangannya yang suka mencolek colek, mulutnya yang bergerak gerak mengatakan sesuatu tanpa suara, matanya yang sering mengedip sebelah seolah melempar senyum. Dan senyumnya yang menawan itu juga sering di obral. Sebenarnya ini harus dihindari selama melakukan tapa brata, tapi susah juga, bagaimana memberitahu dia tanpa bicara? Jadi Linda dan saya membiarkannya, dan kadang meresponnya dengan senyum juga.
Membisu seminggu
Aneh juga untuk saya yang biasanya cerewet, doyan omong, dan tak bisa duduk diam, acara membisu ini benar benar saya nikmati. Bahkan pada hari ke –enam, sore hari- pada waktu setiap orang sudah boleh omong lagi, saya merasa sedikit terganggu dengan peserta lain yang ngobrol dengan suara keras. Ruang makan yang biasanya khidmat, dan nikmat untuk menikmati makanan, berubah menjadi pasar yang ramai, orang bicara sana sini. Saya duduk diam menikmati makanan, dan mengunyah sebaik baiknya. Merasakan setiap suapan, setiap kunyahan, sembari berterima kasih dalam hati kepada siapapun yang berjasa membawa makanan ini sampai ke mulut saya. Mulai dari para petani yang bercocok tanam dan memanen, para supir yang mendistribusikan sayuran sampai ke tempat ini, para pemasak yang dengan ahlilnya menciptakan masakan lezat. How I missed the quiet moments…
Pada program ini, di hari pertama setelah mendaftar, berkenalan dan mendapatkan brifing dari panitia, para peserta diminta untuk mengumpulkan dompet, laptop dan hp nya, serta makanan supply yang barangkali saja peserta bawa sebagai persiapan takut kelaparan. Memang sih, buku note, atau pulpen tidak diminta dikumpulkan, tapi diharapkan kita tidak memakainya selagi bisa. Menulis cuma diijinkan jika kita meminta sesuatu yang penting kepada panitia, misalnya sakit.
Di hari pertama dan kedua Meditasi, terasa berat sekali, bukan hanya bagi saya, tapi juga untuk yang lain, mungkin lebih lebih bagi kedua rekan meditasi saya Laras yang socialita dan Alien yang artis itu. Apalagi keduanya perokok, pasti super berat tantangan menyepi seperti ini. Jadi saya bisa memaklumi jika toilet wanita di belakang ruang Meditasi selalu berbau rokok. Hmm, pasti tempat yang cukup nikmat dan tersembunyi buat sesekali merokok pada jam istirahat. Hehehe.
Berapa seringnya semasa kami berbertapa, saya ingin sekali menuliskan isi hati saya, atau pengalaman batin yang saya alami, atau keindahan alam yang saya nikmati, tapi inilah saatnya melatih pikiran menjadi lebih tajam untuk mengingat dan menghidupkannya kembali manakala diperlukan, tanpa harus membuka catatan. Latihan yang sangat berguna buat saya yang terlalu mengandalkan banyak catatan, dan terlalu malas menyimpannya dengan baik dalam benak pikiran saya. Seringkali saking cepatnya peristiwa sehari hari terjadi, atau saking malasnya saya mencatat dalam benak, maka sulit betul buat saya mengingat, kemarin itu, apa saja sih yang saya lakukan? Lalu saya sekarang mulai melatih diri untuk mengingat hal hal kecil yang saya lakukan sehari hari…
Ya, buat saya tantangan terberat ya itu tadi, tak bisa menggunakan kertas dan pulpen untuk merekam kejadian atau perasaan saya. Dan tentu saja meditasinya. Secara natural, saya bukan tipe orang yang bisa duduk tenang untuk waktu lama. Dengan latihan yang saya dapat dari profesi saya sebagai orang kantoran, memungkinkan saya untuk duduk lama di kursi saya di depan komputer atau meeting. Tetapi duduk Meditasi adalah hal yang berbeda. Susaaah sekali. Duduk, diam dengan mata tertutup, kaki bersila, dan pikiran konsentrasi. Kaki semutan, pinggang dan punggung pegel, pikiran melayang layang, ngantuk, haduuuh. Kalau sudah begitu, satu satunya yang saya rindukan adalah jari jari Pak Merta Ada sang Maestro Meditasi mengetuk ujung mikrofon menandakan berakhirnya sesi. Tuk! Tuk! Diikuti suaranya yang mendadak menjadi yang paling merdu sedunia buat saya:: “you may finish the meditation now”. Aahhhh bebaaass!
Hiburan Kodok dan Tonggeret
Pemandangan dari ruang makan terbuka |
Untungnya, acara Meditasi ini tidak dilakukan terus menerus. Selalu ada olahraga ringan setiap selesai, dan istirahat yang cukup. Apa yang bisa dilakukan dalam waktu istirahat, wong tak ada dunia hiburan yang akrab sekali dengan kita. Semuanya terlarang.
Pemandangan dari kamar saya |
Jadi kebanyakan dari kami asyik berjalan jalan sekeliling area. Ada yang asyik mondar mandir menikmati empuknya lumut tebal yang tumbuh di sisi jalan setapak, ada yang kagum mengamati kecebong di pinggir sawah, ada yang nanar menatap kolam lotus seolah menghitung berapa banyak helai bunganya, ada yang merenung tak mengerti kenapa pohon papaya kurus yang tumbuh di tembok itu subur berbuah papaya yang montok montok…Mungkin ada juga yang sedang menyesali diri, duh ngapain sih gue disini, udah bayar, disiksa lagi.. …
Menurut penyelenggara, dari kelas sebelumnya, ada juga yang merasa seperti itu dan tak tahan baru beberapa hari ngabur dari peace camp ini. Di kelas saya ini, takjubnya, tak ada seorangpun yang meloloskan diri, biarpun ada juga yang punya permintaan aneh aneh seperti minta dicarikan tukang pijat atau minyak kayu putih. Tapi yang paling lucu adalah permintaan supaya pengusir burung dari sebilah bamboo menjuntai di sawah, beserta orang orangan sawah yang berisik berayun tertiup angin itu dicabut saja! Letaknya yang dekat dengan ruang Meditasi dan bunyi nya yang kreoot kreooott mengganggu konsentrasi, katanya. Wah! Ya repot dong! Jangan jangan nanti semua kodok Bangkong, jangkrik dan tonggeret yang ngamen di sekitar situ diminta untuk diam. Padahal untuk saya, suara konser alam ini sungguh sajian sempurna dan mewah mengiringi nyanyian senyap saya selama Meditasi.
prinsip pikiran harmonis. catatan: typo seharusnya MIndfulness: Being in the present |
“May All Beings Be Happy”
Yang berminat ikutan meditasinya, bisa cari tahu disini: http://www.baliusada.com/content/section/11/46/
6 comments:
Hai jeng imung...
Aku yuke yg mau ikutan tapa brata tgl 19-25 des ini, boleh tanya nggak enakan pake baju apa ya tiap harinya? Katanya kan disana dingin..dinginnya kira2 sedingin apa ya?
Trus aku kan muslim, ada waktu bwt sholat gak ya disana?
Klo bawa obat2 herbal kyak propolis, madu, bekatul atau kedelai yg butuh campuran air boleh gak ya?
Thank youu...
Hai jeng imung...
Aku yuke yg mau ikutan tapa brata tgl 19-25 des ini, boleh tanya nggak enakan pake baju apa ya tiap harinya? Katanya kan disana dingin..dinginnya kira2 sedingin apa ya?
Trus aku kan muslim, ada waktu bwt sholat gak ya disana?
Klo bawa obat2 herbal kyak propolis, madu, bekatul atau kedelai yg butuh campuran air boleh gak ya? Dan kita punya waktu untuk minum semua itu gak?
Thank youu...
Hi Yuke,
wah selamat ya, kamu bikin aku ngiri deh, kepingin ikutan bertapa lagi...
Karena letaknya di pegunungan, ya dinginnya kayak di Puncak/Bogor deh, tapi kalo siang, adem biasa aja, masih bisa pake baju sehari hari. Saranku sih pake baju dan celana yang nyaman, soalnya duduk berjam-jam kan. Kaos kaki dan jaket mungkin perlu. Selimut tebal dan bantal duduk di ruang meditasinya pun disediakan buat tiap pesertanya. Tapi kalo udah biasa meditasi dan mau bawa bantal sendiri juga boleh kok.
Kalo untuk shalat, jangan kuatir. Ada waktu waktu istirahat yang cukup, bisa kita pake buat shalat. Istirahat siang juga cukup lama, dan kita bisa bobo' siang kalo perlu, sambil nunggu bel waktu meditasi berbunyi.
Untuk makanan, kalo semacam madu, bekatul, sih boleh dibawa, minumnya boleh di kamar sendiri, atau di ruang makannya. Makanannya disana yummy banget deh, dan sehat. Biarpun vegetarian, tapi prima rasa, bahan dan variasi.
Goodluck ya Yuke, it may be tough at first, but you will surely enjoy it!
Thank you ya jeng atas infonya...
It helps a lot....
Semoga aku bisa melewatinya yaa..amieenn...
Hai mbak Salam kenal, saya Riski di Berau-Kalimantan Timur.
Blognya begitu membantu mbak,kebetulan saya sedang mencari info tentang meditasi ada rencana ke Bali hanya untuk meditasi. Hm,btw ada kelas bahasa Indonesia juga ya? mengingat i can't speak english very well haha, dan mengenai biayanya bagaimana ya mbak? terimakasih :)
Hi Riski,
salam kenal juga, senang dapet temen baru dari Berau hehehe. Thanks ya udah mampir, dan senang sekali kalo informasi tulisan bisa berguna. Untuk harga, sebaiknya dikontak ke sumbernya aja langsung ya, karena pasti udah berubah. Tapi menurutku nggak mahal kok, dengan semua paketnya termasuk makan dan menginap. Cek disini ya Riski: http://www.baliusada.com Ada jadwalnya tuh, tiap bulan. Untuk bahasa, ada kok group yang khusus bahasa Indonesia. Tapi yang di kelas meditasi bahasa Inggris juga nggak susah instruksinya, gampang dicerna.. Kalo ada lagi yang bisa aku bantu, dengan senang hati. Btw, blognya grekpacker keren... I enjoyed reading it.
Post a Comment