Monday, January 23, 2012

Java from a simple lense

 An ever green paddy fields taken from a train from Jakarta to Kebumen

 Many beautiful beaches in Kebumen, with only small touches of tourism industry


Unexpected

When I lived in Indonesia, I went to Bandung for recreation. In one of the red light, a little kid offered me to buy a newspaper. I can’t read local language, but I felt for the kid who with big smile and enthusiasm tried to persuade me to buy the paper. I thought I would reward him with a little money for his effort.

So I said in broken bahasa, "Look I don’t read bahasa newspaper, but I would like to thank you for your big smile and enthusiasm."  I then handed him eight thousand rupiah which is about 80 cent dollar, 3 times of the price of a newspaper. The little boy thanked me and run to his group of friends, street sellers who were sitting around in a short distance, there were 7 of them all together. I could see how excited he was when he shared the money and the story of his encountered with me.

He pointed to my car from the short distance of where he was. All his friends waved to me as if to thank me. Soon after I saw a little girl from the group ran towards my car. Suddenly I thought with a displeasure and disappointment. “Here we go, you give to one, the other will ask for the same or more”. The thought of that made me disappointed and killed the joy of giving I had a moment ago. So I was ready to say no to the girl, not because I don’t’ have the money, but simply because I don’t want to tolerate such behavior. Begging for more, ungrateful… so I thought.

To my surprise and confusion, the girl handed me out with her little hands a thousand rupiah note (10 cents), and said: "Uncle, there are only 7 of us, you gave us 8 thousand, and we have received your generosity, and here is the remaining of the money. It’s yours".

I felt my face redden and hot, from the shame of thinking bad and misjudging the little girl. I was so embarrassed and proud of the little girl at the same time. My heart filled with more joy and so touched with the scene in front of me. I reached my wallet and gave another dollar for her to share to her friends. She went away after thanking me many times: “thank you uncle, thank you, thank you…”

I should be the one who thank her for the great lesson and experience I had from her and her friends. ***

(the story above was written based on a humbling experience from a friend of mine, an expat who lived in Jakarta for a few years)

Odong-Odong

Biasanya aku tak merasa terganggu dengan para penjaja yang mangkal di depan rumah silih berganti, biarpun gang sudah sempit dengan tanaman, lalu lalang orang dan motor. Tapi kehadiran Abang Odong Odong yang jadwalnya 3 kali sehari pada akhir pekan, tepat seperti jadwal minum obat ini, bikin aku sering meradang. Pasalnya, rumah kontrakan ku yang dekat sekali jalanan, membuat suara keras dari sound system seadanya dan kaset yang mungkin sudah kusut itu terasa memekakkan telinga.


Odong odong adalah hiburan wahana super mini buat anak anak kecil – hasil perkawinan antara sepeda dan gerobak yang di sulap dengan tambahan mainan anak anak warna warni yang bisa di tunggangi, di putar dengan kayuh sepeda, dan di lengkapi dengan music lagu anak anak .

Ya memang aku tak pernah marah, pada si Abang Odong. Kasihan sih. Cuma berani nyap- nyap sendiri. Suatu kali Ibu ku yang sedang mampir mendengar omelan ku. Dan inilah jawabannya:

“Bayangin deh. Kamu Cuma denger lagu sember itu dua tiga kali sehari. Si Abang itu kepaksa dengerin setiap waktu. Barangkali, kupingnya udah budeg bengkak karna itu. Udah gak usah kesel dan gak usah dibikin ribut. Biarin aja dia cari rejeki dengan damai. Anggap aja amal.

Kamu cari kerja di ruangan ber ac- dan suasana kerja yang nyaman. Kalo sekali kali kamu ngalamin ketidak enakan kayak gini, penting buat nyadarin kamu, bahwa hidup kamu indah dan perlu di syukuri.”

Iya juga ya?

Saturday, January 21, 2012

Email Balasan untuk Setan

Kau kerdil.  Masa tunduk takluk pada harta, yang tak ada nilainya apa apa. Sorry aja, pergilah sendiri ke neraka! Jujur di negeri ini, mungkin sudah tak laku lagi. Tapi aku mahluk Tuhan yang takkan takluk pada setan! Kutandingi kampanye kecurangan mu dengan yang ini: “Kejujuran, ayo tularkan!” 

Email Dari Setan

Sekian lama bergelimang kejujuran, apa yang kau dapat? tak bisa berbuat apa apa dengan hidupmu. Datar saja. Adem aja. Ayem saja. Miskin saja. Tak ada yang berani menghormati orang miskin, orang jujur, orang berbakti sejati. Lihat sekelilingmu? Kau bekerja jujur dan keras, apa yang kau dapat? Pandangan sebelah mata. Tatapan menghina. curang itu hak! Buat apa jujur gak pernah mujur! Ayo curang! Ayo korupsi. Kujamin pasti. Kau dapat trophy. Jangan takut hak orang lain, itu bukan urusanmu. Berdirilah di belakangku, kau pasti akan makmur. Bantu aku wujudkan kampanye: “Kecurangan, ayo tularkan!”

Panik

Jam dua dinihari, apa yang bisa kulakukan diluar sini. Di lorong hotel berbintang lima. Kedinginan. Malu. Mau kemana aku tanpa ada sepotong baju? Mau nekat? Coba, aku punya tongkat sihir Harry Potter.. pikirku putus asa. Hobiku yang tidur polos tanpa sepotongpun bahan adalah penyebab semua kekonyolan ini. Sedang enaknya pulas di kamar hotel ku yang empuk, kudengar bunyi sirine dari pengeras suara di langit langit kamar. Tidak pikir panjang, ku loncat saja dari ranjang, tanpa selembarpun benang. Berlari ke luar pintu. … Ternyata false alarm. Tapi aku sudah diluar begini, pintu sudah terkunci. Huh runyam!

Cinta Satu Malam (2)

Cinta satu malamku berbuah pahit. Aku bunting. Siapa lelakinya tak penting. Karenamu, aku terpaksa lari dari neraka dunia. Tak sanggup aku di hukum dunia, Orang tua, tetangga dan saudara. Ku sambut saja neraka abadi yang sudah pasti harus kuhadapi. Sekarang atau nanti. Lebih cepat lebih baik. Nyawaku dan janinku menggelegak bersama baygon yang kutenggak. Tunggu saja kau lelaki satu malam, arwah dan jabang bayi ini akan hantuimu, selamanya...

Friday, January 20, 2012

Cinta Satu Malam (1)

Kudamprat kau Lagu Cinta Satu malam! Cuma indah di dengar saja! Apa-apaan, ‘Cinta Satu Malam Oh Indahnya…’ Bait lagu itu sudah seharusnya diganti jadi ‘Cinta satu malam, oh neraka!’ Semula kukira aku beruntung. Ternyata ini cinta yang buntung! Ini lah aku, tergiur cinta satu malam. Ku damprat kau cinta satu malam, ku kutuk kau perempuan satu malam! Berhenti lah menebar pesona palsu satu malammu. Duniaku runtuh. Aku tinggal menghitung hari…AIDS merajam hidupku.

Cinta Sebulan Saja

Aku tahu kamu marah. Sms mu tak terbalas. Telepon mu tak kuangkat. Sapaanmu di blackberry pun lewat. Tapi apa boleh buat. Aku tahu kamu pasti sakit hati, dan benci. Kita baru dekat sebulan ini. Wajar jika kamu tak kenal temanku dan keluargaku. Kamu takkan tau kemana aku. Ku menghilang selamanya darimu. Cintamu menjadi pahit . Maafkan. Aku sudah bertirakat, bersama para malaikat…

Bangsat!

Ya, betul, aku memang bangsat sejati! Dan aku tak malu mengakuinya. Apa boleh buat memang itu namaku. Tapi aku punya harga diri, tak seperti manusia lainnya yang mengaku atau dipanggil dengan sebutan bangsat. Hidupku dari menghisap darah manusia. Memang sudah dari sono nya begitulah jalan hidupku. Tapi begini gini aku punya kode etik. Tidak akan kulakukan penganiayaan menghisap darah bangsa sendiri, sesama sendiri. Tak seperti manusia lain yang disebut bangsat. Apaan tuh, bangsat gadungan. Bisanya menghisap darah dan menganiaya bangsa sendiri, sesama sendiri. Aku tersinggung, namaku, digunakan oleh manusia secara semena-mena. Aku bangsat sejati. Hidupku ada di bawah bantal, dan bale bale. Aku hidup terhormat sesuai dengan harkat martabatku sebagai bangsa kepinding…nah kamu gimana?

Namaku LOLA

Ada banyak pejantan tampan di sekelilingku. Dan aku satu satu nya betina binal disini. Aku berdarah campuran, orang bilang aku cantik, anggun dan menggemaskan. Sebagai satu satunya kembang diantara kumbang jantan perkasa, semestinya aku berbangga, dan menjadi rebutan hati para pejantan itu. Tapi hati ku gundah saja. Tak satupun dari mereka sepertinya tertarik padaku. Seberapapun aku berlenggak lenggok di depan mereka. Aku frustasi. Hasrat dan kebutuhan biologisku tak terbendung. Aku menjerit, merayu dan merana…Namaku Lola. Aku keturunan Persia, berpinggul seksi, berbulu indah, bermata belo dan berhidung pesek. Aku akan terus mengeong dan merana, sampai musim birahi ini berakhir. **

Kopi vs Rokok

Ketika kau cium aku, kuhirup bau mulutmu yang tiba tiba serasa bau rokok. Kulepaskan pagutan bibirmu. Ah kamu bohong. Kau bilang, kau bukan perokok, kataku dalam hati saja. Sudahlah, kuputuskan cintamu. baru rokok, sudah ngibul, mana bisa dipercaya urusan lain, apalagi cinta?

Aku baru tahu sekarang, bahwa bau mulutmu pagi itu, sebenarnya adalah bau kopi. Dasar norak, aku tak pernah minum kopi atau merokok, jadi tak paham betul bau keduanya. Sial! Kulepaskan cinta dan ciuman maut mu karena prasangkaku. Maafkan…**

Balada Sepotong kutang

“Mentang mentang letakmu di dalam, dan sudah tahunan tak ada yang mengagumimu, bukan berarti aku tak peduli denganmu. Kamu simbol keperempuanan, kesuburan, kesehatan dan keseksian. Kamu simbol eksistensi perempuan yang tak terbantahkan. Kali ini aku punya sesuatu yang istimewa. Sepotong kutang. Bukan sembarang kutang. Dari merek yang paling top di dunia. Dan model terbaru pula. Belum ada di Jakarta. Harganya juga tak kira kira. Hayo kurang apa?”
Lalu dua potong simbol perempuan itu menyahutiku: “Tak kurang apa sih. Kami berterima kasih, kutang itu membuat kami terlihat lebih seksi. Dan membuatmu lebih percaya diri. Sayangnya, Cuma sekali saja kami nikmati. Saat ini, kawatnya meletot kesana sini, ih! Pembantumu, membilas memeras kutang kotor, seperti memeras santan. Sembari emosi, dihabisinya kutang kami…”

Rasain!

(setting: di pesawat dari Singapore ke Jakarta)
Gadis muda manis, cantik, mahasiswi: -(berujar dalam hati) ‘wah, gawat nih duduk deket Om Om. Garing banget!’

Lelaki paruh baya dengan perut dan rambut yang sudah mengalami krisis: - (berujar dalam hati) ‘wah, asyik nih, rejeki duduk deket cewek seger kinyis kinyis, mak nyus!

Gadis manis: (lagi, dalam hati) ‘ah gue pura pura baca deh…’

Namanya cewek, jadilah yang dibaca majalah belanja ‘on air shopping’ magazine nya punya airline itu. Dia berniat beli beberapa barang dari katalognya. Lelaki separuh baya berusaha nge-laba di setiap kesempatan dan dengan ramah mengajaknya ngobrol. Sang cewek manis pun meladeninya.

Singkat cerita, sang lelaki separuh baya itu dengan gagah berani menawarkan untuk membayar barang barang yang dipesan si gadis kinyis kinyis ke pramugari pesawat. Yaaa, siapa yang nolak rejeki? Si gadis dengan senang hati menerima. Apalagi lelaki itu, dia pikir ‘asyik! Berhasil juga rayuan duit gue…’

Sayang, sewaktu pesawat udah mendarat, penumpang sudah berdiri, siap buat keluar pesawat, sang lelaki baru sempat bertanya beberapa informasi, kuliah dimana, ambil jurusan apa. Maklum, setelah dapat barang barang yang di belikan si Om, sang cewek manis ini ‘tertidur ‘sepanjang perjalanan…